SuaraRiau.co -PEKANBARU-Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau memantau adanya penambahan jumlah populasi Gajah Sumatera Liat di kantung gajah Giam Siak Kecil.
Terdapat delapan ekor anak Gajah Sumatera Liat di kawasan itu. Keberadaan gajah ini terpantau oleh tim BBKSDA Riau.
"Kami sampaikan ada 8 anak gajah di Giam Siak kecil yang terpantau, " Ungkap Kepala Bagian Teknis KSDA, Ujang Holisudin dalam kegiatan diskusi Online Mitigasi Interaksi Negatif Satwa dan Manusia yang digelar Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Pekanbaru, Rabu (13/12/2023), dalam rilisnya ke media hari ini.
Diskusi online mengenai isu interaksi negatif satwa liar dengan manusia merupakan bagian dari rangkaian Workshop Lingkungan Jurnalis Muda dan Fellowship 2023.
Sementara, hasil temuan BBKSDA atas keberadaan anak gajah Sumatera liar itu terpantau pada tahun 2023 ini. Sebelumya keberadaan mereka sama sekali tidak terpantau.
"Ini hasil pantauan tahun 2023," Sebutnya.
Secara rinci BBKSDA Riau belum menerangkan atau merilis informasi ini, termasuk usia dan jenis kelaminnya.
Temuan ini menjadi angin segar bagi konservasi Indonesia. Populasi spesies yang dilindungi itu kini mulai bertambah.
Selain tambahan populasi, di saat yang bersamaan, BBKSDA Riau juga mencatat adanya anomali wilayah jelajah gajah Sumatera di kantung Taman Nasional Teso Nilo (TNTN).
Dua ekor gajah jantan dewasa keluar jauh dari wilayah jelajahnya menuju Sumatera Barat (Sumbar).
"Dua ekor gajah jantan dari teso tenggara bergerak ke sumbar. Pada bulan Oktober gajah itu kembali ke Teso Tenggara," sebut Ujang.
Ujang menjelaskan jika kedua gajah Sumatera liar itu masuk ke Sumbar melalui Kampar, tepatnya di Kampar Kiri. Ini merupakan anomali jelajah yang baru terjadi.
"Ini pergerakan yang baru, sebelumnya berbeda wilayah jelajahnya," jelas Ujang.
Hingga kini BBKSDA masih melakukan analisa atas anomali wilayah jelajah yang jauh masuk ke Sumbar tersebut.
Sementara, sejumlah wilayah di Provinsi Riau masih menjadi kawasan singgungan terjadinya interaksi negatif atau konflik satwa liar dilindungi dengan manusia. Kawasan itu umumnya merupakan daerah perlintasan.
"Dalam setiap konflik satwa liar, prinsip dasarnya manusia dan satwa sama-sama penting" Ujar Ujang.
Terdapat dua spesies utama konservasi di Provinsi Riau, keduanya masing-masing Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera.
Ancaman utama keberlangsungan satwa liar ini manusia dengan perubahan fungsi hutan menjadi kawasan lain, misalnya perkebunan dan peruntukkan pembangunan infrastruktur.
Selain itu juga menjadi ancaman adanya perburuan, baik perburuan langsung yang menargetkan Gajah dan Harimau, maupun perburuan hama perkebunan seperti Babi Hutan.
Rimba Satwa Foundation mengungkapkan temuan perburuan yang membahayakan keberlangsungan Satwa.
"Di kantung gajah liar Balai Raja saja ada 24 jerat yang ditemukan Selama hari ke empat sapu jerat yang sedang berlangsung," paparnya dalam sesi kedua diskusi online.
Keberadaan jerat akan mengganggu keberlangsungan Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera. Jerat akan melukai satwa yang dalam status dilindungi tersebut.
Tidak jarang Gajah dan Harimau yang terjerat akan berujung kematian. RSF mencoba melakukan edukasi kepada masyarakat sebagai cara untuk meningkatkan pemahaman terhadap wilayah gajah dan Harimau, serta bagaimana caranya mengusir kedua satwa tersebut.
"Kami edukasi masyarakat, hasil riset disebar, terkait bagaimana cara menjauhkan Gajah dan Harimau dari pemukiman," papar Solfarina dari RFS Riau.
Selain menjauhkan satwa dari pemukiman, dengan menanam tanaman yang tak disukai, ekonomi masyarakat secara tidak langsung juga terbantu dengan nilai ekonomi tanaman itu.
"Tanaman keras, kopi, jengkol, Pete, Matoa, durian, gaharu, pinang, dan tanaman lain yg kita distribusikan di kantong balai raja.
Kita bentuk kelompok tani hutan juga untuk membantu perekonomi dengan nilai jual tamanan tersebut, " paparnya.
Workshop Jurnalis Lingkungan
Diskusi daring penanganan konflik satwa liar dengan manusia, atau mitigasi interaksi negatif satwa liar menjadi satu di antara sejumlah rangkaian Workshop Lingkungan Jurnalis Muda dan Fellowship 2023 yang digelar AJI Pekanbaru.
Sebelumnya, diskusi daring juga sudah digelar dengan mengangkat tema besar Karhutla. Diskusi berlangsung pada Sabtu (9/12/2023). Diskusi menghadirkan BPBD Riau dan Pantau Gambut.
"Nantinya akhir pekan ini juga akan berlanjut dengan Workshop secara tatap muka. Ada lebih kurang 25 orang peserta jurnalis muda dari Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Barat, " papar Ketua AJI Pekanbaru, Eko Faidzin.
Kegiatan ini digelar untuk meningkatkan kemampuan membaca isu dan peliputan jurnalis atas isu lingkungan.
Workshop offline akan digelar Kamis, (15/12/2023). Workshop, akan diakhiri dengan pemberian fellowship bagi peserta terpilih yang mengajukan isu peliputan menarik.
"Total Rp 25 Juta biaya untuk peliputan yang terpilih," lanjut Eko.
Lebih lanjut, Eko menerangkan jika kegiatan ini merupakan hasil kerjasama AJI Pekanbaru dengan Development Dialogue Asia (DDA). ***