SuaraRiau.co -LUBUK BIGAU,KAMPAR-Tersembunyi di dalam hutan lebat Kampar Kiri Hulu, Air Terjun Jonjang (Jenjang) Lubuk Bigau menjadi surga tersembunyi yang hanya diketahui oleh para petualang sejati. Dengan gemuruh air yang jatuh dari tebing tinggi, tempat ini menyuguhkan kedamaian yang sulit ditemukan di tempat lain.
Air terjun Jonjang salah satu pesona keindahan dan keasrian bentang alam Kampar Kiri Hulu. Suara gemuruh air terjun yang memecah kesunyian hutan, serta pemandangan alam hijau dan udara yang segar, sinar matahari yang memancar dari ketinggian dan sela dedaunan memberikan suasana ketenangan hati untuk lepas jauh dari hiruk pikuk kota.
Air Terjun Jonjang berdiri menjulang setinggi lebih dari 30 meter, dengan air yang mengalir cukup deras meski sudah hampir dua minggu tidak hujan, membentuk tirai alami. Di bawahnya, terdapat kolam jernih berwarna bening putih kekuningan dari pancaran batu dan tanaman berwarna lumut dasarnya, serta yang dikelilingi oleh batuan besar, menciptakan suasana damai yang sempurna sambil meminum kopi atau teh yang bisa isediakan fasilitator penyedia jasa layanan setempat. Sementara bagi yang bisa berenang akan menikmati kolam air jernih yang sejuk dan kerap bisa mandi merasakan pukulan tirai air yang jatuh dari atas air terjun ke tubuh kita dengan terapi alam ini.
Itulah hal yang bisa kita dapatkan dari menikmati lokasi Air Terjun Jonjang Lubuk Bigau.
Pesona air terjun di Hulu Kampar Kiri berlokasi tepat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Tak heran jika Kampar Kiri Hulu hampir sama dengan memiliki pesona alam yang juga indah seperti Sumbar. Ada banyak aliran sungai dan hutan alam di antara bukit-bukit yang melintasinya. Hal ini juga menyebabkan Kampar Kiri Hulu memiliki banyak air terjun.
Air Terjun Jonjang salah satu air terjun yang kini mendapat perhatian dari PLN Unit Induk Pembangunan Sumatera Bagian Tengah (Sumbateng). Bersama tim PLN UIP Sumbagteng Peduli Lingkungan dan masyarakat Desa Lubuk Bigau, selama dua malam menikmati lokasi air terjun Jonjang pada Sabtu-Minggu 13-15 Desember 2024. Fokus utama tim, yakni menikmati pesona indah Air Terjun Jonjang, Lubuk Bigau, yang belum tersentuh masyarakat umum.
Karena untuk mencapai lokasi ini perlu perjuangan keras. Sebaiknya perjalanan menggunakan mobil yang beroperasi dengan sistem 4x4. Jarak tempuh lebih kurang 2 jam dari ibu kota kecamatan ke Desa Lubuk Bigau.
Berangkat pukul 10.30 WIB, dengan santai akhirnya sampai di Desa Lubuk Bigau sekitar pukul 08.30 WIB, karena sempat menunggu Tim di Bukit Sianik selama hampir 3 jam lamanya, Lalu, dari Desa Lubuk Bigau berkendaraan motor selama 15 menit dengan jalan terjal, mendaki dan menurun serta jurang yang menguji andrenalin di perjalanan, sambil melewati kebun durian, kebun gambir dan aroma herbal dari hamparan daun serai wangi yang bisa terlihat lebat digelapan sepanjang kebun serai. Tak berapa lama, akhirnya, tim sampai di Shelter yang berlokasi di jenjang bukit yang luas dan landai bertingkat tiga. Selanjutnya tim pun makan malam bersama warga yang telah lebih dahulu sampai di Shelter. Sekitar Shelter didirikan tenda yang cukup besar untuk masak dan makan bersama. Lalu ngobrol menikmati udara malam di hutan dan terlelap tidur di lokasi jantung hutan Lubuk Bigau tersebut, sambil menanti mentari keesokan harinya. Sebab ketika mentari telah muncul maka akan dimulaimenapaki pendakian menuju hati Lubuk Bigau ke Air Terjun Jonjang.
Tokoh pemuda, Arika Harmun yang mengkoordinir pemuda Desa Lubuk Bigau untuk perjalanan tersebut, yang kerap dipanggil Ari, bercerita, bahwa Air Terjun Jonjang merupakan tingkatan keempat dari jalur Sungai Batang Kapas, Di bawah jalur sungai tersebut, dihitung dari ketinggian 30 meter keatas dari permukaan tanah.
Diungkapkan Arika, di atas air terjun ini, ada 3 air terjun lagi. Dan di jalur anak sungai lainnya ada lagi beberapa air terjun.
“Jadi kita dikelilingi ada banyak air terjun,” ungkapnya.
Air terjun yang paling tinggi ungkap Arika lagi, adalah Air Terjun Batang Kapas. Tahun 2017 mereka mengukur secara manual ketinggiannya mencapai 165 meter.
Sambil menikmati kopi dan mendengar alunan melodi jatuhnya air terjun ke bebatuan di bawahnya, Arika juga bercerita soal menjaga hutan desanya.
Menurutnya pandangan warga lain terhadap Lubuk Bigau, menyebut status desa mereka termasuk tertinggal dan terbelakang. Namun demikian Lubuk Bigau memiliki banyak potensi alam dan sumber daya manusianya.
Bukti nyata memiliki potensi alam, yakni banyak air terjun dan hutan alam serta dapat menanam tanaman komiditi yang bernilai jual tinggi seperti gambir, serai wangi, durian, dan kopi. Lalu dari segi SDM desa, telah menjaga hutan alam dan air terjun tetap asri dan natural. Penjagaan alam asri demikian juga berlaku untuk semua lokasi air terjun di desa sekitar kawasan.
Hal ini telah dilakukan melalui Perdes, yakni adanya larangan bahwa kayu tidak boleh ditebang sepanjang radius 1 km. “Demikian bunyi Perdesnya. Membuat Perdes tersebut dimusyarawarahkan dengan melibatkan pemuda desa. Dan itu terbukti masih bisa terjaga dan menjaga hutan hingga hari ini, sejak 2015 Perdes tersebut keluar, “ ujarnya.
Namun dari semua penjagaan alam tersebut yang menjadi kunci adalah pemuda. Ketika pemuda berniat melindungi hal itu, tidak ada yang bisa menghalangi atau menggangu. Dengan status wilayah yang disebut ruang hidup Masyarakat Lubuk Bigau atau Kenagarian Pangkalan Batang Kapas, dengan kawasan lindung kenagarian dan masyarakat Rimbang Baling, khusus Desa Lubuk Bigau, semua wilayahnya terkecuali perkampungan, merupakan hutan produksi terbatas dengan fungsi lindung.
Artinya, pola masyarakat jadi banyak yang terbatasi. Contoh, pola masyarakat dulunya berladang, membuka lahan dengan dibakar. karena fungsi terbatas dan dilarang membakar, kini jadi terbatas. Sehingga pola kebudayaan atau tradisi membakar untuk berladang kini menjadi hilang.”Jadi ruang hidup jadi terbatas, baik sosial dan seluruh kehidupan terikat dengan aturan wilayah,” paparnya.
Oleh karena itu,untuk saat ini, yang bisa dilakukan masyarakat Lubuk Bigau, yakni menanam serai wangi. Lalu menanam cabe, gambir, kopi, durian dan pinang. Selain itu tanaman-tanaman jangka panjang, mangis, duku, jadi marak sejak tahun 2007.
Trauma dengan kejadian tahun 2000-an, yakni sebagai pekebun karet, ketika produk karet anjlok, akibat negara atau wilayah lain memiliki karet yang unggul, maka harga karet jadi hancur. Ketika itu terjadi pejualan lahan besar-besaran dan warga banyak menyekolahkan anak dengan menjual lahan.
Berdasarkan pengalaman itu, masyarakat Lubuk Bigau tidak ingin ada produk unggulan. Karena ketika ada produk unggulan akan tertumpu pada satu produk, menyebabkan hal yang buruk karena tidak memiliki pilihan ketika harga jual sangat anjlok.”Sejak itu kami tidak mau lagi menumbuhkan satu potensi,” ulasnya.
Belajar dari sejarah ketika berkebun karet jadi andalan, maka kini warga tidak bisa memiliki produk hanya satu unggulan. “Tetapi kami mau semua potensi yang ada di desa itu mejadi produk unggulan. Dan masing-masing produk dicarikan solusinya untuk berkualitas dengan nilai jual yang tinggi. Gambir,serai,pinang, kopi dan lainnya harus bisa menjadi unggulan.“Supaya tidak tergantung pada unggulan satu produk saja, “jelasnya.
Berangkat dari pengalaman Lubuk Bigau tersebut, langkah Yayasan Hutan Riaupun menjejak kaki di Lubuk Bigau. Namun warga Desa Lubuk Bigau tidak serta merta menerima ide dan arahan Yayasan Hutan Riau. Butuh tiga kali rapat dalam menerima kerjasama dengan pihak lain untuk mendampingi masalah desa mereka.
Langkah kecil pertama yang dilakukan Yayasan Hutan Riau ketika itu, dimulai dengan Program Foto Voice. Dimana sebanyak 5 orang pemuda
bekerja mengambil lima foto kegiatan masyarakat dari berbagai bidang setiap hari selama 3 bulan. Misalnya apa saja aktivitas, komoditi, potensi wisata dan lainnya. Apa saja masalah dan upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Apa harapannya diceritakan pemuda semuanya foto per foto.
Melalui foto itu bisa menceritakan wajah atau gambar dari seluruh potensi, permasalahan dan harapan masyarakat Lubuk Bigau untuk kedepan. . “Dari sini mereka merasa memiliki tujuan.Mau diapakan desa ini,” ujarnya memaparkan.
Foto Voice tersebut menghasilkan input untuk rencana kerjasama yayasan Hutan Riau dengan pihak PLN UIP Sumbateng. Hal itu berjalan sejak tahun 2023. Dimulai dengan melakukan pengadaan air bersih. Membuat bendungan, pengadaan air melalui pipa, sampai penyediaan tangki air per dusun.
Sedangkan untuk kebutuhan kayu bagi warga menurut Arika lagi, diambil di wilayah yang sudah di tentukan titik ruangnya. Sebelum tahun 2015, tidak pernah peraturan itu tertulis, tetapi itu dilaksanakan warga. Sekarang sejak tahun 2017 dilakukan dengan Perdes, karena mereka butuh Perdes, mengingat perkembangan desa dan makin banyaknya pendatang.
Perdes tersebut, menentukan lokasi larangan tebang dan titik tebang yang diperbolehkan. Hal ini untuk menjaga bagaimana hutan alam dan tiga sungai induk di kawasan mereka tetap terjaga. Yakni Sungai Jaoh, Sungai Batang Kapas, Sungai Mudiak Tapuak. Ketiga lokasi ini penting dilindungi. Karena fungsi penting, pertama sumber air, kemudian jadi daerah resapan. Ketika hutan ditebang di tahun 2014 di hulu berdampak ke hilir, yakni banjir melanda warga desa di bawahnya.”Ada kerbau, rumah dan warga yang tewas karena hanyut,” ujarnya.”Kini sejak Perdes belum pernah ada banjir separah itu terjadi lagi, “jelasnya.
Selanjutnya dengan perkembangan desa akan banyak pendatang yang datang. Sehingga butuh kesetaraan hidup antar warga dan pendatang berdasarkan kualitas masing-masing.Hal ini agar tidak terjadi ketimpangan seteraan hidup antar warga dengan pendatang. Untuk itu warga desa perlu memiliki pondasi. Yakni kesetaraan kualitas masyarakatnya. Ada nilai jual atau solusi tanding dari warga desa ketika mau menyekolahkan anak, perhelatan politik dan sebagainya. Jadi dengan produktifnya desa dari berbagai produk yang ada, menjadi banyak potensi nilai jual bagi warga desa. Desa tersebut jadi mandiri dengan berbagai keahlian produk yang ada dari Desa Lubuk Bigau.
Sementara ujar Arika, berkebun sawit belum menjadi sebuah solusi untuk pilihan produk, meski sawit juga sudah mulai ditanam.”Kami hanya bisa memberikan arahan bibit yang baik, dan pola tanam yang baik agar tidak salah merawat sawit,” katanya.
“Saya pribadi belum bisa merekomendasika sawit untuk jadi alih fungsi lahan jadi sawit. Karena ketika alih fungsi lahan setelah sawit untuk digantikan ke komoditi lain agak sulit. Namun jika ada warga yang ingin, maka saya rekomendasikan jangan semua lahan ditanam sawit,”tambahnya.
Sedangkan sebagai tokoh pemuda di Lubuk Bigau, Arika memiliki mimpi sebagai pemuda desa, ia ingin Lubuk Bigau tetap memiliki prinsip seperti sekarang. Agar prinsip itu dirawat dan dijaga. Agar ruang hidup dan menjaga hutan tetap hidup dan terjaga dengan baik.
Harum Semerbak Hamparan Serai Wangi Terapi Alam
Hamparan serai wangi.(FOTO/SRc/Imelda V)
Tak jauh diantara letak perkampungan desa menuju Air Terjun Jonjang, hamparan hijau kebun gambir dan serai wangi menjadi pemandangan yang tak kalah memikat. Tumbuhan ini tak hanya menghiasi alam,tetapi memberikan aroma terapi alam bagi pendatang yang berkunjung. Selain memanjakan mata juga menebarkan semerbak wangi herbal dari daun-daun yang bertumpuk panjang padat ini. Kebun serai inilah yang menjadi salah satu bahan produksi balsem dan sabun sebagai UMKM yang didampingi oleh Yayasan Hutan Riau. Sementara hasilnya juga dijual ke Sumbar atau pembeli datang ke desa tersebut.
Tepat di kebun serai tersebut juga terdapat pondok kecil. Di dalamnya ada mesin pengolahan. Begitu panen tiba, serai tersebut bisa langsung diolah dan melewati proses-proses tertentu seperti merebus, meniriskan, menakar ke wadah, dan lainnya.
Melakukan proses-proses mendapatkan minyak serai wangi tersebut hampir dapat dilakukan oleh warga Lubuk Bigau. Tak heran jika tiap rumah memiliki minyak serai wangi.”Hal ini dikatakan Heru, seorang pemuda Lubuk Bigau lainnya yang juga binaan Yayasan Hutan Riau.”Minyak ini dibuat oleh Bang Arika juga, “ujarnya sambil memberikan botol berisikan minyak berwarna putih kekuningan didalam botol 300 ml kepada kami.
“Harumnya seperti minyak telon,” ujar seorang tim.
“Dan memang ini menjadi minyak telon dari bahan serai wangi yang dijual di pasaran, ‘papar Heru menimpali.
Keindahan dan keharumanya juga telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Lubuk Bigau. Dari daun gambir yang dijadikan obat hingga minyak serai wangi yang menembus pasar internasional, kekayaan alam ini menjadi bagian tak terpisahkan dari cerita Jonjang.
Anggraeny Glory
Begitu banyaknya potensi Lubuk Bigau tersebut, terutama karena adanya keindahan potensi air terjunnya, membuat PLN memberikan perhatian atas penjagaan alam Lubuk Bigau. Dukungan diberikan baik secara pelatihan dan memberikan bantuan fasilitas pendukung kepada warga Lubuk Bigau untuk menggali potensi alamnya dan ekonomi masyarakat serta pendidikan.
Asisten Manajer Komunikasi dan TJSL PLN UIP SBT Anggraeny Glory mengatakan kegiatan ini merupakan bentuk dari tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) PLN atau yang lebih dikenal dengan program PLN Peduli. Kali ini PLN UIP SBT melakukan peresmian untuk desa berdaya PLN di Desa Lubuk Bigau. Desa ini dipilih sebagai desa berdaya PLN, karena banyak potensi alam yang bisa dikembangkan untuk dieksplor oleh masyarakat luar.
Adapun bantuan yang diberikan ada beberapa sektor, yakni, sektor ekonomi memberikan bantuan pemberian mesin pengolahan gambir. Karena warga Lubuk Bigau mayoritas menanam dan mengolah gambir. Kemudian sektor pendidikan, bantuan komputer untuk di sekolah, agar murid bisa menggunakan komputer di sekolah dan tidak menumpang di sekolah lain ketika ujian. Untuk lingkungan, bantuan shelter, jalur tracking, kamrea trap. Sehingga air terjun viral dan kamera trap membantu rasa aman bagi pengunjung. Pemuda dilatih untuk memantau bagaimana memantau kamera trap, memelihara kamera trap dan pemandu wisata.
Sedangkan batuan program ini dilakukan sejak tahun 2023. Ketika itu bantuannya pembuatan waduk air bersih.”Kini mereka sudah menikmati air bersih dengan aman,” jelas Glory. Selanjutnya pembangunan shelter dan toilet, menuju Air Terjun Jonjang.
Oleh karena sudah selesai dan berjalan ujar Glory, dia berharap kedepan kerjasama PLN ke desa ini, berlanjut di bidang kesehatan.”Saya berharap program kedepan akan lanjut ke bidang kesehatan,” ujarnya.****
(selanjutnya Melihat Pengolahan Gambir Tradisional Lubuk Bigau)