SuaraRiau.co - (Bagian Pertama)
Sejak beberapa tahun belakangan ini, potensi pariwisata di Provinsi Riau
bisa dikatakan terus meningkat. Hal itu sekaligus membuka mata banyak
orang, bahwa Riau ternyata juga memiliki potensi wisata alam yang bisa
dibanggakan.
Salah satunya adalah Sungai Subayang, yang berada di Kecamatan Kampar
Kiri Hulu, Kabupaten Kampar. Sungai yang masih jernih dan alami ini,
mengalir dari rahim kawasan Bukit Rimbang Baling, salah satu kawasan
konservasi alam dan Suaka Margasatwa yang kondisinya masih terjaga dengan
baik. Di bagian hulu sungai ini, terdapat air terjun Batu Dinding dan
Terusan, yang kini sudah semakin dikenal masyarakat. Tidak hanya
masyarakat Riau, dari daerah lain pun sudah tidak sedikit yang
mengetahuinya.
Memandang eloknya kabut di pagi hari yang menutupi kawasan hutan Suaka Marga Satwa Bukit Rimbang Bukit Baling. (SRc/ist).
Di kawasan ini, mata setiap orang akan dimanjakan dengan pemandangan khas alam pegunungan yang indah dan eksotik. Lengkap beserta hewan-hewan yang bermukim di dalamnya, Kondisi ini bahkan sudah mulai tersaji saat pengunjung memasuki Desa Gema, tempat di mana petualangan menelusuri
Sungai Subayang biasanya dimulai.
Secara garis besar, kondisi di Sungai Subayang memiliki perbedaaan dengan destinasi wisata lain yang berada di belahan lain Bumi Lancang Kuning.
Hal itu mengingat Sungai Subayang yang berada di kawasan Suaka Margasatwa Rimbang Baling, memang berada dalam kawasan Bukit Barisan, yang membelah Pulau Sumatera dari ujung Aceh hingga Provinsi Lampung. Sehingga, pemandangan alam pegunungan yang biasanya dikenal masyarakat Riau berada di Provinsi Sumatera Barat, ternyata juga tersaji dengan tak kalah apiknya di kawasan ini. Bahkan mungkin bisa dikatakan lebih apik, karena
kawasan di sepanjang Sungai Subayang masih terjaga keaslian dan
keasriannya.
Dari Kota Pekanbaru, perlu waktu sekitar dua jam untuk sampai ke Desa Gema, dengan menggunakan mobil. Dari Pekanbaru, perjalanan dimulai dengan
bergerak menuju Lintas Barat Sumatera atau lebih dikenal masyarakat menuju Kota Taluk Kuantan, Ibukota Kabupaten Kuantan Singingi. Setelah
1,5 jam, akan sampai di Kota Lipat Kain, yang merupakan ibukota Kecamatan Kampar Kiri Hulu. Dari kota ini, perjalanan berbelok ke arah Simpang Kuntu, tepat sebelum jembatan kembar yang berada di ujung Kota Lipat Kain. Dari sini, suasana alam pegunungan sudah mulai terasa hingga akhirnya sampai ke Desa Gema.
Desa ini menjadi pintu gerbang memulai petualangan di Sungai Subayang. Desa Gema dibangun pada era tahun 1960-an lalum oleh Bupati Kampar yang
ketika itu dijabat Datuk Harunsyah. Untuk diketahui, yang bersangkutan adalah kakek Danrem 031/Wirabima yang saat ini dijabat Brigjen TNI Syech
Ismed, SE, M Han.
Setelah beristirahat sejenak, petualangan menyusuri Sungai Subayang pun dimulai. Awalnya, pengunjung akan dibawa ke dermaga kecil di mana telah
menanti piau (sejenis sampan tradisional bermesin merk Robin atau Jhonson). Biaya sewa angkutan ini maksimal Rp750 ribu per hari. Dengan
menyewa piau, pengunjung bisa dengan bebas menikmati setiap jengkal Sungai Subayang, sepuas hati. Untuk keamanan, setiap pengunjung juga
dibekali dengan jas hujan dan pelampung.
Begitu berada di dermaga, mata pengunjung akan langsung dimanjakan dengan pemandangan Sungai Subayang masih asri. Air sungai yang mengalir jernih
menandakan bahwa kondisi sungai ini memang masih terjaga keasliannya. Pemandangan alam nan eksotis di sepanjang perjalanan menyusuri sungai,
membuat perjalanan jadi tambah mengasyikkan.
Seperti dituturkan Dodi, salah seorang warga setempat, Sungai Subayang merupakan urat nadi kehidupan bagi warga di kawasan itu. Air sungai yang
jernih lagi bersih, membuat sungai jadi tempat warga untuk keperluan
mandi, mencuci bahkan untuk sumber air minum.
Sejak beberapa tahun lalu, tepatnya setelah keberadaan Sungai Subayang semakin dikenal orang, sungai ini juga bertambah fungsinya menjadi salah
satu sumber pendapatan bagi warga. Dengan semakin banyaknya pengunjung yang datang untuk menikmati keindahan alam di kawasan sungai dan Suaka
Margasatwa Rimbang Baling, warga bisa mendapat penghasilan tambahan dengan menjadi guide atau pendamping bagi pengunjung. Tidak hanya itu,
tidak sedikit warga yang memilih menginap di kampung-kampung yang berada
di sepanjang aliran sungai, sehingga warga pun bisa menjadikan rumahnya untuk penginapan sederhana atau home stay.
"Memang begitulah kondisinya. SUngai Subayang ini sekarang telah menjadi
urat nadi perekonomian bagi warga di sini. Sejak beberapa tahun lalu, stake holder di sini juga mulai rutin menggelar kegiatan Festival
Subayang setiap tahun. Dengan kegiatan ini, kita berharap gema Sungai Subayang dan keindahan alam Rimbang Baling bisa semakin dikenal masyarakat dari dari lain yang akhirnya datang berkunjung ke sini," urainya.
Menyadari kondisi itu, Dodi mengatakan, saat ini ia bersama masyarakat lainnya, terus berupa untuk menjaga kelestarian dan keasrian alam di sepanjang Sungai Subayang.
Hal senada juga dilontarkan Heri Budiman, pendiri Rumah Siku Keluang, yang tak lain adalah komunitas atau kelompok masyarakat, yang peduli
dengan kelestarian alam. Menurut Heri, kondisi Sungai Subayang hingga saat ini memang masih
terjaga dengan baik. "Hal ini yang patut disyukuri. Apalagi jika mengingat sudah banyak kawasan alam di Riau yang kondisi sudah
mengkhawatirkan karena dirusak pihak-pihak yang tak bertanggung jawab,"
ujarnya.
Menurut Heri, pihaknya sudah mulai berkonsentrasi memantau perkembangan di kawasan Suaka Margasatwa Rimbang Baling, termasuk Sungai Subayang,
terhitung sejak tahun 2015 silam. Ketika itu, musibah kabut asap yang melanda Provinsi Riau tengah berada pada puncaknya.
"Ketika itu ada semacam kekhawatiran karena melihat kondisi alam di Riau yang telah banyak rusak akibat ulah pihak-pihak yang tak bertanggung
jawab. Kami melihat, Suaka Margasatwa Rimbang Baling, adalah salah satu kawasan alam yang masih terjaga keasriannya. Sejak saat itu, Rumah Siku
Keluang terus aktif memantau perkembangan di kawasan ini," terangnya.
Gerakan itu kemudian lahir tagar #Save Rimbang Baling, yang kemudian terus menggema hingga saat ini.
Sebenarnya, kawasan Rimbang Baling tersebar di dua kabupaten, yakni
Kabupaten Kampar tepatnya di Kecamatan Kampar Kiri Hulu dan di Kabupaten
Kuantan Singingi.
Namun menurut Heri, kondisi kawasan Rimbang Baling di dua kabupaten itu, sangat bertolak belakang. "Untuk yang berada di Kabupaten Kuansing,
kondisinya sudah banyak yang rusak. Selain illegal logging, aksi penambangan juga ikut menyumbang kerusakan alam. Namun syukurlah, untuk
yang berada di Kampar, kondisinya masih terjaga dengan baik. Kita berharap hal ini terus dijaga, Sungai Subayang dan Rimbang Baling adalah
bukti nyata, bahwa Riau masih memiliki keindahan alam yang begitu asri.
Sehingga sangat perlu untuk dipertahankan," paparnya lagi.
Heri masih ingat ketika pertama kali merasakan keasrian kawasan di sepanjang SUngai Subayang tersebut. "Untuk keperluan minum saja, kami
cukup minum langsung air sungai, karena kebersihannya memang masih sangat
terjaga dan betul-betul alami," terangnya lagi.
Air Terjun Nan Mempesona
Desa Gema merupakan pintu pintu gerbang untuk menuju desa-desa di sepanjang Sungai Subayang dan Batang Bio, sungai lain yang berada dalam
kawasan Rimbang Baling. Sama halnya dengan Sungai Subayang, kondisi di sepanjang Batang Bio juga masih tetap asri dengan suasana alam yang masih
asli.
Dari desa ini, perjalanan menyusuri Sungai Subayang pun bermula. Sejak dari awal perjalanan, mata pengunjung akan langsung dimanjakan dengan
pemandangan alam yang nan elok serta mempesona. Perpaduan antara rimbunnya pepohonan dan sungai yang jernih, dijamin akan membuat
pengunjung jadi terbuai. Apalagi kondisi udara yang masih bersih dan segar, menambah masih asrinya perpaduan itu. Sehingga tak heran, sejak
perjalanan dari Desa Gema dimulai, acara 'berkodak-kodak ria' merupakan pemandangan biasanya. Siapa yang mau melewatkan momen mahal ini berlalu
begitu saja?
Di sepanjang aliran sungai, tak jarang pengunjung akan meliat beragam jenis burung yang jarang terlihat khususnya di perkotaan. Terkadang
tampak biawak yang ukurannya cukup besar merayap di antara semak dan kayu yang rendah rantingnya ke sungai, serta ada yang berjalan di pinggiran
bantaran sungai.
Namun demikian, pengunjung juga tetap harus berhati-hati. Khususnya bagi mereka yang tak biasa naik piaw. Memang butuh waktu untuk bisa
beradaptasi dengan angkutan khas Sungai Subayang ini karena lebar perahu yang terbatas. Apalagi, di sepanjang aliran sungai terkadang masih
ditemukan jeram-jeram meski tak begitu besar. Adrenalin pun bisa terpacu.
Namun justru di situlah salah satu keunggulan perjalanan ini.
Selang beberapa menit, piaw sampai ke desa kedua, yakni Desa Tanjung Belit. Di desa ini, pengunjung bisa menikmati air terjun bernama Air
Terjun Batu Dinding.
Ada beberapa desa yang berada di sepanjang Sungai Subayang. Setelah Tanjung Belit, pengunjung sampai ke Desa Muara Bio, dan Batu Songgan. Di
tempat ini, keasrian alam yang tetap dapat dinikmati, ditambah dengan
pemandangan nan eksotik gugusan Bukit Barisan.
Sebelum memasuki desa berikutnya, yakni Tanjung Beringin, perjalan akan semakin seru. Di kawasan ini, pengunjung mulai merasakan jeram-jeram
kecil yang membuat adrenalin bergelolara. Namun tak usah khawatir, karena pemandu piaw sudah sangat ahli dalam pekerjaannya. Kondisi ini terus
berlangsung hingga sampai ke desa selanjutnya, yakni Desa Gajah Bertalut.
Lalu berturut-turut pengunjung akan melintasi Desa Aur Kuning hingga akhirnya sampai ke Desa Terusan dan Pangkalan Serai, yang berada pada
bagian Hulu Sungai Subayang.
Di tempat ini, pengunjung kembali bisa menikmati wisata lainnya, yakni Air Terjun Terusan. Di tempat ini, pengunjung bisa memanjakan diri dengan
menyusuri air terjun Terusan yang terkenal landai dan bersih.
Menurut Junaida, salah seorang warga setempat, air di tempat in bisa diminum langsung. Sebab, air itu masih murni dari perbukitan yang tidak
terkontaminasi oleh limbah apa pun. Di tempat ini juga tampak pipa air yang mengalirkan air ke pemukiman warga di sekitarnya.
"Kalau sudah begini, jadi malas balik ke Pekanbaru. Enakan main-main di
sini saja dulu," ujar salah seorang pengunjung.
Laboratorium Air Dunia
Indahnya kawasan di sepanjang Sungai Subayang dan Rimbang Baling, memang bukan kaleng-kaleng. Bahkan saking masih bersihnya air di kawasan itu,
kawasan Rimbang Baling saat ini telah ditetapkan sebagai kawasan Laboratium Air Dunia.
Sehingga Hutan Bukit Rimbang Baling juga memiliki fungsi ekologis sebagai penyangga kehidupan di Sumatera Tengah dengan mengatur tata air,
penyuplai CO2 serta habitat berbagai flora dan fauna langka. Kawasan ini juga merupakan hulu dan daerah tangkapan air berbagai sungai besar di
Sumatera.
Fakta ini seharusnya bisa membuka mata banyak pihak, tentang betapa pentingnya kawasan Rimbang Baling. Khususnya pada saat ini, saat ini
sumber air bersih kian sulit didapat ditambah dengan semakin menipisnya sumber air yang tersedia.
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kelangkaan air adalah perubahan iklim, penggunaan air yang berlebihan, dan peningkatan polusi . Banyak daerah di seluruh dunia dipengaruhi oleh fenomena ini, dan sekitar miliar orang mengalami kelangkaan air setiap tahun.
Menurut ScienceDaily, kelangkaan air adalah kurangnya sumber daya air yang cukup untuk memenuhi tuntutan penggunaan air di suatu daerah. Itu
sudah mempengaruhi setiap benua dan sekitar 2,8 miliar orang di seluruh dunia setidaknya satu bulan dari setiap tahun.
Sedangkan mengutip artikel dari Living Planet Report (LPR) yang dikeluarkan WWF tahun 2014, menunjukkan Living Planet Index (LPI) untuk
air tawar menurun, secara signifikan sebesar 76 persen terhitung dari tahun 1970 hingga 2010. Hal ini berdampak kepada kematian 5 juta orang
karena penyakit yang ditularkan melalui air setiap tahun.
Di Indonesia sendiri, beberapa pulau sudah mulai mengalami defisit air. Kondisi itu terjadi di Jawa, Sulawesi, Bali, dan NTT.
Lalu bagaimana halnya dengan Pulau Sumatera? Hingga sejauh ini, Sumatera masih memiliki surplus air tawar, namun saat ini keberadaan sumber-sumber
air tawar tersebut kian terancam karena pencemaran yang diakibatkan aktivitas-aktivitas yang tidak ramah lingkungan seperti pertambangan,
pembuangan limbah industri, limbah rumah tangga, dan aktivitas-aktivitas sosial lainnya.
Nah, sampai di sini kira-kira bisa diambil kesimpulan sederhana tentang betapa Riau harus bersyukur memiliki Rimbang Baling dan Sungai Subayang
serta sungai-sungai lain di sekitarnya. Karena, semuanya merupakan asset berharga yang patut dipertahankan hingga ke anak cucu nanti.(Bersambung)***