SuaraRiau.co -PEKANBARU – Semarak menyambut Tri Suci Waisak 2569 BE/2025 terasa hangat di berbagai kawasan sakral umat Buddha, termasuk di Pekanbaru. Salah satu pusat kegiatan yang ramai dikunjungi adalah Maha Vihara & Pusdiklat Bumi Suci Maitreya.
Sejak Minggu pagi (11/5/2025), umat Buddha dari Mazhab Maitreya berdatangan untuk mengikuti ritual Memandikan Buddha Rupang Syakiyamuni, sebuah tradisi suci menjelang Waisak.
Selain ritual keagamaan, pusdiklat ini juga menjadi pusat berbagai kegiatan meriah, seperti bazar yang diikuti oleh 33 stand dari restoran dan pelaku UMKM di Pekanbaru. Acara ini terbuka untuk masyarakat umum dan menjadi sarana promosi serta pemberdayaan ekonomi lokal.
Ketua Panitia Waisak PBSM, Hardi, menyampaikan bahwa dalam rangka perayaan Tri Suci Waisak, berbagai kegiatan telah disiapkan. "Ada bazar, donor darah untuk masyarakat yang membutuhkan, serta kegiatan sosial berupa pembagian nasi berkah ke 15 panti asuhan selama dua hari," ungkapnya.
Untuk anak-anak dan remaja, vihara juga mengadakan lomba mewarnai tingkat TK hingga SMP, yang diikuti sekitar 200 peserta. “Ini menjadi ajang menyalurkan kreativitas generasi muda,” tambah Suhardi.
Tak hanya itu, pengunjung juga bisa mengikuti ritual memandikan Buddha Rupang dan membawa air suci pulang untuk digunakan mandi secara pribadi. Di area vihara juga tersedia panggung hiburan, tempat umat menampilkan bakat seni seperti membaca puisi, menari, dan menyanyi. Kuis-kuis berhadiah turut memeriahkan suasana.
Suhardi mengucapkan terima kasih kepada seluruh panitia, pendukung, dan umat yang telah berpartisipasi aktif. Ia berharap momen Waisak ini bisa memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian sosial.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Majelis Pandita Buddha Indonesia (Mapanbumi) Riau, Ketjing, menjelaskan bahwa dalam tradisi Buddha Mahayana, khususnya di Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia, ritual Memandikan Buddha Rupang merupakan kegiatan yang selalu dilaksanakan menjelang Waisak. “Ritual ini mengingatkan kita pada kelahiran Pangeran Siddharta Gautama yang penuh keajaiban, di mana setiap langkahnya menumbuhkan tujuh bunga teratai, dan beliau menyatakan bahwa kelahirannya adalah untuk menjadi guru bagi para dewa dan manusia,” jelas Ketjing.
Ia menambahkan, makna simbolis dari ritual ini adalah ajakan bagi umat untuk membersihkan diri dari noda-noda batin, meneladani perjuangan Siddharta Gautama dalam mencapai pencerahan setelah enam tahun pertapaan.
Dengan mengangkat tema nasional “Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan untuk Mewujudkan Perdamaian Dunia”, perayaan Waisak 2025 diharapkan menjadi momentum reflektif yang memperkuat nilai-nilai spiritual di tengah tantangan zaman.
Perayaan ini juga menjadi wadah untuk meneguhkan semangat toleransi, harmoni, dan perdamaian antarumat beragama. Di tengah kondisi sosial yang penuh dinamika, ajaran Buddha menjadi pengingat penting akan perlunya pengendalian diri dan kebijaksanaan dalam setiap langkah kehidupan. ***