Kampar

Pohon Bodhi di Muara Takus: Jejak Spiritualitas di Tanah Melayu

  Oleh : Imelda Vinolia
   : info@suarariau.co
  2025-05-05 04:13:09 WIB
Romo Pandita Ketjing

SuaraRiau.co -Tahukah Anda bahwa di kawasan Candi Muara Takus, Riau, terdapat pohon suci yang sangat bermakna dalam agama Buddha? Pohon itu adalah Pohon Bodhi , pohon yang menjadi saksi momen pencerahan agung Sang Buddha.

Mengutip dari Wikipedia, Ficus religiosa atau yang dikenal sebagai ara suci adalah spesies pohon ara yang berasal dari subbenua India, wilayah barat daya Tiongkok, serta kawasan Indochina. Pohon ini termasuk dalam keluarga Moraceae, yaitu keluarga pohon ara dan murbei. Di berbagai belahan Asia Selatan dan Tenggara, pohon ini dikenal dengan berbagai nama seperti pohon Bodhi, pohon Pippala, Peepal, atau Ashwattha.

Pohon yang Dimuliakan oleh Tiga Agama

Pohon Ficus religiosa dipandang suci oleh penganut tiga agama besar di India: Hindu, Jainisme, dan tentu saja, Buddha. Dalam kitab suci Bhagavad Gita , Krishna bersabda, "Aku adalah pohon Peepal di antara pepohonan, Narada di antara orang-orang bijak, Chitraratha di antara para Gandharva, dan Kapila di antara para Siddha."

Namun, dalam ajaran Buddha, pohon Bodhi memiliki makna yang jauh lebih dalam dan sakral. Di bawah pohon inilah, Pangeran Siddharta Gautama duduk bermeditasi dengan tekad tak tergoyahkan hingga akhirnya mencapai pencerahan sempurna (bodhi) dan menjadi Sang Buddha . Peristiwa suci ini terjadi di Bodh Gaya, India, dan sejak itu, pohon tersebut dikenal sebagai Pohon Bodhi, simbol dari kesadaran sejati dan pengampunan dari penderitaan.

Warisan Suci Pohon Bodhi

Meskipun pohon Bodhi asli beberapa kali mengalami kerusakan, para umat menjaga kelangsungannya dengan penuh kasih dan hormat. Salah satu cabang pohon asli dibawa ke Anuradhapura, Sri Lanka, pada tahun 288 SM, dan hingga kini dikenal sebagai Jaya Sri Maha Bodhi , salah satu tanaman berbunga tertua yang terus dirawat umat dengan penuh devosi.

Pohon Bodhi di Muara Takus: Jejak Spiritualitas di Tanah Melayu

Pada tahun 1992, umat Buddha di Provinsi Riau memulai sebuah perjalanan spiritual penting: Dharmayatra ke Candi Muara Takus , situs peninggalan kuno yang diyakini sebagai salah satu candi tertua di Sumatera. Dalam perjalanan tersebut, mereka menanam pohon Bodhi di halaman kompleks candi sebagai simbol kehadiran Dharma di bumi Melayu.

Menurut penuturan Romo Pandita Maitreya  Ketjing , seorang tokoh Tionghoa dan Ketua Panitia Waisak pada masa itu, penanaman pohon Bodhi di Muara Takus adalah bagian dari penghormatan dan penguatan nilai-nilai spiritual Buddha di Nusantara. Kini, pohon-pohon tersebut telah berusia lebih dari tiga dekade dan tumbuh dengan megah di antara menyembunyikan sejarah yang sakral.

Dalam wawancara yang dilakukan pada Minggu, 4 Mei 2025 , saat berlangsungnya Dharmayatra Waisak 2569 BE / 2025 M , Romo Ketjing mengenang peristiwa kelahiran.pencapaian penerangan sempurna dan parinibbana (wafat) sang Buddha dengan haru. Beliau menyampaikan bahwa pohon Bodhi di Muara Takus adalah salah satu dari jenis-jenis pohon Bodhi yang tersebar di berbagai penjuru dunia, namun tetap menyatu dalam satu makna suci: tempat pencapaian kesucian Sang Buddha.

Kisah Mistis dan Keheningan Malam Waisak

Konon, pada malam Cap Go Meh yang bertepatan dengan bulan purnama Waisak, ada kepercayaan lokal yang menyebutkan bahwa seekor gajah putih yang merupakan  simbol kesucian dan kelahiran mulia Sang Budhha berkeliling di sekitar kawasan candi. Sebuah prosesi batin yang dipercayai sebagai pertanda kehadiran berkah dan perlindungan dari alam suci.

Pohon Bodhi bukanlah sekedar pohon biasa. Ia adalah saksi keabadian Dharma, penuntun menuju pencerahan, dan pengingat akan perjalanan Sang Budhha.**

Penulis : Imelda Vinolia
Editor : Imelda Vinolia
Kategori : Kampar