SuaraRiau.co - Hingga saat ini, belum tampak tanda-tanda penanganan kasus dugaan money politics, yang terjadi saat pelaksanaan Pilkada Rohil, belum lama ini.
Salah satu yang banyak disorot adalah dugaan money politics yang terjadi di Kecamatan Pujud. Namun demikian, hingga saat ini penanganan kasus tersebut masih kabur.
Seperti dirilis sejumlah media lokal, kasus itu terjadi pada malam tanggal 26 November 2024 lalu, atau sehari sebelum dilaksanakannya pencoblosan suara untuk Pilkada Rohil Tahun 2024.
Ketika itu, seorang oknum anggota Satpol PP Pemkab Rohil, diduga membagikan uang kepada warga di Dusun 3, Desa Pujud.
Ketika kejadian itu terungkap, oknum yang bersangkutan mengakui aksinya tersebut.
Kepada anggota Panwaslu, polisi dan warga, oknum tersebut mengakui dirinya telah membagikan amplop berisi uang sebesar Rp200 ribu, untuk mendukung pasangan Afrizal Sintong -Setiawan.
Kejadian itu juga sudah dibenarkan Ketua Panwaslu Pujud, Amar Dini Kurniawan.
Meski demikian, hingga sejauh ini belum tampak adanya penanganan secara tuntas dari pihak berwenang. Khususnya peran Bagian Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), yang terdiri dari unsur Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan.
“Semua sudah jelas. Dia mengaku di depan banyak saksi. Warga juga membenarkan, tapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjut. Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya seorang tokoh masyarakat Desa Pujud, kepada media lokal.
Sementara itu, Bawaslu Rohil melalui Kordiv Penangangan Pelanggaran, Datin Nasrudin, mengatakan, pihaknya sudah menerima.laporan dari Panwascam terkait kejadian itu.
“Kami dari Pihak Bawaslu sudah menerima Laporan yang masuk ke Panwascam Pujud tadi malam sekitar pukul 23. 00 WIB . Di mana pihak pelapor melaporkan peristiwa tangkap tangan tersebut,” terangnya, Rabu (4/12/2024) seperti dilansir media.
Dikatakan, Bawaslu akan melakukan kajian awal dan akan membahas bersama Sentra Gakkumdu.
“Untuk kedua tim Paslon dan masyarakat agar bersabar. Kami tetap proses sesuai prosedur untuk mencari fakta sebenarnya,” tegasnya.
Saat dikonfirmasi apakah pelaku memang tim salah satu Paslon atau tidak, ia belum bisa pastikan.
“Dari keterangan pelapor diduga pelaku ada dua orang yang berkerja sebagai Satpol PP,” ujarnya.
Untuk diketahui, praktik money politics atau politik uang merupakan tergolong pelanggaran serius.
Sesuai Pasal 187A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pelaku aksi ini dapat dijatuhi hukuman penjara 6 tahun dan denda hingga Rp1 miliar. Jika keterlibatan tim kampanye atau paslon terbukti, mereka bisa terkena sanksi diskualifikasi dari pencalonan.(src)