Indragiri Hulu

Pesona Tradisi Talang Mamak Yang Masih Terjebak di Jalan “Terjal” Pengakuan Wilayah Adat (bagian: pertama (1))

  Oleh : Imelda Vinolia
   : info@suarariau.co
  2023-04-01 12:28:48 WIB
Para ibu atau perempuan Talang Mamak memanggang daun untuk alas menu yang akan disajikan pada gawai di Desa talang parit, Jumat (18/3/2023).(FOTO/SRc/imelda)

SuaraRiau.co -“Tuk,tuk..tuk…tuk..tuk..tuk…bunyitumbukan kayu ke tanah terdengar.”Bunyi hentakan kayu log berukuran diameter  lebih kurang 10-15 centimeter yang panjangnya lebih kurang 2 meter menusuk perut bumi terdengar dan tampak menumbuk tanah agar terbuat sebuah kubah lubang. Beberapa kali hentakan menusuk perut bumi tersebut dilakukan beberapa laki-laki dari Suku Talang Mamak ditemui jurnalis fellowship adatpedia.com pada 16-19 Maret 2023 berkunjung ke Desa Talang Sungai Parit, Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu,Riau.

Bunyi hentakan kayu demikian ditambah suasana hiruk pikuk, suara kokok ayam dan kebisingan kesibukan warga yang berkumpul, memecahkan suara alam tradisi tersendiri yang mengingatkan kita pada sebuah kehidupan yang sangat dekat dengan alam. Suasana tersebut, meski ada terdapat sentuhan modern seperti penggunaan handphone, motor dan beberapa hal lainnya. Namun suasana di Desa Talang Parit ini masih memiliki sentuhan alam yang sulit ditemukan pada kehidupan warga perkotaan dan masyarakat modern.

               

       Laki-laki membuat tumang dengan menggali lubang menggunakan kayu log berdiameter kecil. (FOTO/SRc/imelda)

Beberapa laki-laki dari Suku Talang Parit melakukan pasak kayu dengan membentuk barisan jejeran tungku kayu triangle (segi tiga) yang  berbaris tiga dan bersap tiga yang disebut tumang. Kayu tersebut dipasak ke bumi dengan puncaknya muncul kepermukaan setinggi lebih kurang  30 centimer.

Selama tiga hari berturut-turut warga dan perempuan Adat Suku Talang Mamak  yang berada di Desa Talang Sungai Parit,sibuk melakukan persiapan tradisi memasak bersama untuk gawai.

Salah satu tradisi tersebut, menyediakan masakan nasi pulut.  Memasak nasi pulut yang juga didampingi sejumlah laki-laki adat.

Acara tradisi memasak nasi pulut  dilakukan karena keponakan dari keluarga  Kepala Desa  Talang Parit Sudirman mengadakan gawai atau pesta pernikahan bagi seorang keponakan perempuannya bernama Leni (17) yang mendapatkan jodoh pengantin laki-laki dari Desa Talang Limau bernama Ijus (18).

Sejumlah laki-laki membuat tungku kayu yang dipasak ke perut bumi hingga tinggal sekitar lebih kurang 30 centimeter di atas permukaan bumi. Hasilnya, tampak tungku kayu yang dibuat dari kayu log berdiameter lebih kurang 15-20 centimeter berjejer berbaris tiga ke depan dan ke belakang. Kemudian, tungku itu disusun kayu api untuk memasak.

Tak lama kemudian beberapa laki-laki adat dewasa (terutama yang sudah menikah, red) memasang kayu bakar dan memercik api dengan mancis ke masing-masing kayu bakar dari tungku kayu berbentuk triangle yang dipasak miring tersebut. Kemudian masing-masing tungku  dijaga oleh dua orang laki-laki. Keduanya  mengangkat periuk besar berdiameter sekitar 30 centimeter yang telah diisi beras pulut yang sudah diisi oleh perempuan adat Talang Parit.

Nasi pulut dimasukkan ke dandang yang besar oleh para ibu di sebuah tempat pondok atau gazebo tradisional dari kayu bertangga, beralaskan rotan dan atap rumbia.  Gazebo seperti ini bisa ditemui pada setiap rumah adat Suku Talang Mamak di sekitar halamannya.

Lalu secara bergotong royong para perempuan yang sudah berumur bekerja di pondok tersebut dan sekitar halaman samping rumah pemilik gawai.Para ibu tersebut mencuci beras pulut dan dimasukan kedalam dandang kukusan sambil beberapa diantaranya bekerja dengan santai dan mengunyah sirih. Kemudian sebelum dandang ditutup, di bawah tutupnya diberikan alas daun pisang.

            

            (FOTO/SRc/imelda)

Peralatan yang ada umumnya menggunakan beberapa periuk tungku kayu dan alat-alat tradisional seperti sendok dari kayu yang dibentuk ceper, sendok dengan batok bagian atasnya dari tempurung kelapa dan karung dari daun sangai. Dan ada yang dari  pandan bambu merupakan bahan dari hasil hutan.

Tak berapa lama para perempuan  menyusun beras ke dalam dandang masing-masing selesai, dua orang pria mengangkat dandang pulut ke tungku api dan menjaga api tetap menyala sampai pulut matang.

             

                                 (FOTO/SRc/imelda)

Sekitar 30 menit tungku kayu api memanggang dandang kukusan pulut. Lalu diangkat oleh para laki-laki yang bertanggungjawab atas tungkunya.Kemudian diangkat kembali dinaikkan ke atas pondok. Setelah itu dikemasi lagi oleh para perempuan adat dengan mengeluarkan pulut yang sudah masak di atas beberapa daun pisang yang berdaun lebar dan mewarnainya dengan santan berwarna putih dan kuning.

Tak berapa lama, ramai-ramai perempuan tradisional yang umumnya sudah berumur 45 tahun keatas itu, turun dari pondok kayu. Masing-masing perempuan tersebut, memegang selembar daun pisang yang cukup lebar dan panjang untuk sajian makan gawai.Mereka bergembira memanggang daun pisang ke tungku dengan api sisa pembakaran nasi pulut.Bak seperti akan menari mereka mengitari tungku sambil memanggang daun pisang.

Halaman :
Penulis : Imelda Vinolia
Editor : Imelda Vinolia
Kategori : Indragiri Hulu