HuKrim

Kasus Bank BJB Pekanbaru, Pengusaha Arif Budiman Sebut Dirinya Diperlakukan tak Adil, Ini Hal Janggal yang Dirasakannya

  Laporan : siswandi
   : info@suarariau.co
  2022-11-06 18:43:15 WIB
Suasana sidang di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Foto: ist

SuaraRiau.co -PEKANBARU- Pengusaha Arif Budiman mengatakan dirinya diperlakukan secara tak adil oleh manajemen Bank BJB Cabang Pekanbaru. Hal itu dirasakannya meski telah lama menjadi nasabah prioritas di bank tersebut.

Demikian diungkapkannya saat memberi kesaksian dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, awal pekan kemarin. Sidang tersebut mengagendakan mendengar keterangan terdakwa.

Ketika itu, Boy Gunawan SH MH selaku kuasa hukum Arif Budiman, menanyakan apakah Arif mengetahui perihal perihal kredit macet atau pun SPK fiktif yang disangkakan kepada dirinya.

Menjawab hal itu, Arif Budiman mengatakan dirinya sama sekali tak mengetahui hal itu.

Sebab, dirinya sama sekali tidak pernah diberitahu pihak Bank BJB Cabang Pekanbaru, terkait kredit macet tersebut. Padahal Arif tercatat sebagai nasabah prioritas di bank tersebut.

"Saya tak pernah diberitahu atau dikabari soal kredit macet itu. Baik secara lisan atau tulisan," ungkapnya di hadapan majelis hakim yang diketuai Yuli Artha Pujayatoma SH MH.

Menurut Arif, hal itu dirasakannya janggal. Karena pihak bank biasanya selalu memberitahu nasabah, jika kondisi seperti itu terjadi. Termasuk mengingatkan nasabah untuk melunasi jika ada kredit bermasalah. Namun hal itu tak pernah dialaminya selaku nasabah Bank BJB Cabang Pekanbaru.

Karena itu, ia juga merasa kaget saat dirinya diperiksa penyidik dalam kasus tersebut. Apalagi ketika dirinya kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Tidak hanya itu, dirinya juga merasakan hal janggal lainnya. Lebih lanjut, Arif Budiman membeberkan, dirinya tak pernah menerima data-data terkait transaksi hingga proses akad. Kondisi itu bahkan berlangsung sejak tahun 2014 hingga tahun 2018.

Begitu juga terkait uang miliknya sebesar Rp28 miliar yang hilang di bank tersebut. Karena merasa dirugikan, ia melaporkan hal itu kepada pihak yang berwajib.

Dalam perkembangan kasus itu, dirinya juga merasakan adanya keanehan lain. Hal itu terkait dengan fasilitas CCTV di Bank Cabang Pekanbaru yang rusak mulai tahun 2014 hingga tahun 2018.

"Padahal, dari rekaman CCTV itu bisa dicek lagi, apakah benar saya yang melakukan transaksi atau tidak," keluhnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru juga menanyakan beberapa SPK yang diduga fiktif atas nama  Arif Budiman.

Ditanya Indra
Menjawab pertanyaan itu, Arif menerangkan, awalnya ia ditanya Indra Osmer, yang ketika itu memegang jabatan manajer bisnis di Bank BJB Pekanbaru. Untuk diketahui, Indra Osmer juga menyandang status terdakwa dalam kasus ini.

Ketika itu, Indra menanyakan proyek yang dikerjakan Arif. Selanjutnya, keterangan Arif akan dijadikan laporan ke Bank BJB Pekanbaru, sebagai laporan progres kegiatan di Bank tersebut.

"Jadi SPK itu hanya untuk informasi bagi Indra Osmer sebagai laporan progres kerjanya. Tidak hanya dia, bank lain juga biasa melakukan itu sebagai laporan progres kegiatan nasabah," terangnya.

Makanya, Arif sangat kaget ketika mengetahui ternyata keterangannya itu malah dijadikan SPK untuk mengajukan permohonan kredit ke Bank BJB Pekanbaru. Menurut Arif, dirinya pun baru mengetahui hal itu setelah diperiksa penyidik Polda Riau.

Tak hanya itu, pada pemeriksaan itulah dirinya juga baru mengetahui adanya pengajuan Kredit Modal Kerja Konstruksi (KMKK) stand by loan oleh dua perusahaan miliknya.

Dakam kesempatan itu, JPU juga menanyakan perihal surat permohonan pencairan kredit KMKk tersebut. Hal itu ditanyakan karena dalam permohonan pencairan ada tanda tangan Arif.

Menjawab pertanyaan itu, Arif Budiman kembali menegaskan bahwa tanda tangan dalam permohonan pencairan itu bukan miliknya.

Tak hanya itu, Arif juga membuat tanda tangan pada secarik kertas. Selanjutnya tanda tangan itu dibandingkan dengan tanda tangan yang ada dalam surat permohonan itu. Di hadapan hakim, JPU dan kuasa hukumnya, Arif memperlihatkan perbedaan antara dua tangan tersebut.

"Izin yang mulia, dalam setiap surat tidak pernah nama kota, sementara dalam surat-surat ini memakai nama Pekanbaru," ujarnya menerangkan kejanggalan lain kepada majelis hakim. ***

Penulis : siswandi
Editor : siswandi
Kategori : HuKrim