HuKrim

Ahli Pidana Sebut Kasus Kredit Macet Pada Bank BJB Cabang Pekanbaru Masuk Ranah Perdata, Begini Penjelasannya

  Laporan : siswandi
   : info@suarariau.co
  2022-10-26 18:53:16 WIB
Proses sidang di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Foto: ist

SuaraRiau.co -PEKANBARU- Ahli Pidana dari Universitas Riau, Erdiansyah SH MH  mengatakan, kasus kredit macet di Bank BJB Cabang Pekanbaru dengan terdakwa pengusaha Arif Budiman, menyebutkan kasus itu masuk dalam ranah perdata.

Hal itu disampaikannya saat memberi kesaksian dalam sidang lanjutan kasus itu, di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa  (25/10/2022). Erdiansyah dihadirkan sebagai saksi ahli oleh kuasa hukum Arif Budiman.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Yuli Artha Pujayotama SH MH,  awalnya kuasa hukum Arif Budiman yang terdiri dari Boy Gunawan SH MH dkk menanyakan perihal Pasal 2 dan 3  Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Untuk diketahui, pasal ini yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru terhadap Arif Gunawan dalam kasus ini.

Menjawab hal itu, Erdiansyah menerangkan, seseorang baru bisa dijerat dengan pasal ini bila pihak penyidik atau penuntut dapat membuktikan secara riil, berapa angka pasti dari kerugian negara akibat perbuatan seseorang tersebut. Bukan berapa potensi kerugian negara.

Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI Nomor 25/PUU-XIV/2016. Dengan keluarnya putusan MK tersebut,  penggunaan dua pasal menjadi delik materil, bukan delik formil.

"Artinya, dalam delik materil itu harus dibuktikan terlebih dahulu berapa actual loss atau kerugian negara secara riil. Bukan potensi berapa kerugian negara," terangnya.

Ditambahkannya, untuk membuktikan kerugian negara itu harus melalui audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Selanjutnya Boy Gunawan  menanyakan keterkaitan antara  kredit macet di bank dan SPK fiktif.

Menurut Erdiansyah, itu adalah dua hal yang berbeda.

"Kalau bicara kredit macet, tentu itu masuk ranah perdata. Tetapi kalau SPK fiktif, maka itu lingkup pidana," terangnya.

Tak berhenti sampai di situ, Boy kemudian menanyakan perihal adanya agunan dalam sebuah akad kredit.

Menurut Erdiansyah, apabila terjadi akad atau perjanjian kredit di bank maka hal itu masuk ranah perdata.

"Kalau di situ ada akad atau janji dan agunan belum dieksekusi maka itu masuk ranah perdata," terangnya lagi.

Mendengar keterangan itu, Boy Gunawan kemudian menuturkan, saat ini Bank BJB Cabang Pekanbaru sedang mengajukan permohonan sita eksekusi terhadap agunan milik Arif Budiman,  yang dijadikan agunan dalam polemik tersebut.

Notaris Kembali Disinggung
Dalam sidang itu, kuasa hukum Arif Budiman kembali menyinggung perihal proses hukum kasus yang menjerat Arif. Sakah satunya, adalah terkait akte notaris yang merupakan salah satu syarat untuk mengajukan kredit. Karena selama sidang berlangsung, sang notaris tak pernah dihadirkan dalam persidangan. Padahal, kliennya juga tak pernah membubuhkan tanda tangannya dakam akte tersebut.

"Akte notaris itu adalah bagian hulu dari permasalahan ini. Seharusnya dihadirkan di persidangan supaya jelas, siapa sebenarnya yang melakukan tanda tangan dalam akte itu," ujar Erdiansyah.

Boy Gunawan pun menambahkan, kliennya telah meminta pihak penyidik untuk melakukan uji forensik terkait tanda tangan miliknya dalam permasalahan ini. Karena menurut Arif Budiman, dirinya tak pernah menandatangani berkas-berkas yang berkaitan dengan kasus ini. Atau dengan kata lain, tanda tangannya diduga telah dipalsukan.

Menanggapi hal itu, Erdiansyah menilai, seharusnya penyidik melakukan hal yang diminta Arif Budiman tersebut. Bila tidak dilaksanakan, hal itu berarti proses penyidikannya tidak lengkap.

"Tanda tangan itu identik atau non identik. Itu seharusnya yang dilakukan penyidik,'" tegas Erdiansyah.

Sidang kemarin awalnya mengagendakan pemeriksaan terhadap terdakwa Arif Budiman.

Namun Boy meminta pemeriksaan terhadap kliennya dilakukan secara langsung. Atau dengan kata lain, Arif Budiman dihadirkan ke persidangan untuk memberi kesaksian.

Pihaknya menilai, hal ini sangat perlu untuk dilakukan. Sebab, ada beberapa barang bukti yang hendak ditunjukkan kepada majelis hakim. Termasuk soal sejumlah tanda tangannya, yang diduga telah dipalsukan.

Namun JPU dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru mengatakan tak bisa memenuhi permohonan itu. Hal disebabkan proses acara di pengadilan masih menggunakan SOP penanganan Covid 19.

Untuk menampung sspirasi tersebut, hakim memutuskan baik JPU maupun kuasa hukum, akan mendampingi Arif Budiman dalam sidang lanjutan mendatang, sehingga proses pemeriksaan barang bukti bisa berjalan baik sebagaimana diharapkan pihak Arif Budiman.

Sidang akhirnya ditutup dan dilanjutkan pekan mendatang. ***

Penulis : siswandi
Editor : siswandi
Kategori : HuKrim