SuaraRiau.co -SORONG- lebih dari 30 orang mahasiswa dan pemuda di kota Sorong menghadiri Kegiatan NOBAR dan Diskusi Film Dokumenter bersama Greenpeace Indonesia Nobar dan Diskusi Film Dokumenter berjudul " Asu Pemige, Sawa Pemige") Nobar dan diskusi tersebut mulai pada 05:00 WIT hingga pukul 09:40 WIT di Ina Nara Cafe, Jl.Basuki Rahmat Kilo meter 10, kota Sorong, Papua Barat Daya.
Film tersebut menceritakan tentang perjuangan tokoh masyarakat adat Frengky Woro, Suku Awyu di Kabupaten Boven Digoel,Papua. Yang berjuang menyelamatkan hutan dan tanah adat marga woro dari ancaman deforestasi oleh perusahaan perkebunan sawit sawit PT Indo Asiana Lestari.
Zeinudin Madamar,selaku pemantik diskusi, mengatakan perjuangan masyarakat adat Awyu harus mendapatkan dukungan oleh para pemuda dan mahasiswa di kota Sorong, jika mama, bapa dari suku Awyu terluka maka kita juga harus terluka, sebab persoalan industri ekstraktif yang mengancam ruang hidup masyarakat adat Papua dan masalah deforestasi hutan itu adalah persoalan kita bersama. Kata, Zeinudin Madamar, Kordinator Daerah BEM Nusantara Papua Barat Daya.
Hal serupa juga di sampaikan oleh, Soraya Doo sebagai pemantik diskusi, "saya sebagai perempuan papua terlebih khusus perempuan adat,suku Moi melihat film ini membuat saya sedih karena persoalan yang di alami oleh suku Awyu adalah salah satu dari sekian banyak persoalan perampasan tanah adat dan perusakan hutan Papua oleh industri ekstraktif perkebunan sawit, pertambangan, penebangan hutan, serta proyek strategis nasional dan program Food Estate di Merauke,program food estate ini tidak berpihak pada lingkungan dan masyarakat adat , Jadi saya melihat industrialisasi pertanian bukan solusi untuk mengatasi krisis pangan dari ancaman krisis iklim yang sudah terjadi, pemerintah harusnya melindungi dan mengakui hak-hak masyarakat adat Papua bukan turut serta sebagai korporasi untuk merampas hutan dan tanah adat Papua.
Saya berharap gerakan pemuda dan mahasiswa harus ada untuk melihat persoalan yang di hadapi marga Woro, Suku Awyu dan juga masyarakat adat Papua lainya yang mengalami persoalan yang sama tentang hutan dan tanah adat Papua. Ungkap, Soraya Doo, Aktivitas lingkungan
Anastasya Manong,  selaku perwakilan Volunteer Greenpeace Indonesia base Jayapura , dan juga merupakan perempuan adat asal suku Awyu juga menegaskan " bahwa saat ini suku Awyu sangat membutuhkan dukungan dari semua pihak terutama mahasiswa dan pemuda sebagai agen perubahan dan fungsi kontrol terhadap kebijakan pemerintah yang saat ini mementingkan industri ekstraktif dibandingkan perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak dasar masyarakat adat papua, melalu Nobar dan diskusi ini Tasya berharap mahasiswa dan pemuda di Kota Sorong bisa dpat memantau proses persidangan suku Awyu yang saat ini banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado, Undangan!!!          
Nobar dan Diskusi Film Dokumenter " Asu Pemige, Sawa Pemige."
Hutan Papua itu salah satu benteng terakhir untuk keseimbangan iklim dunia. Suku Awyu mempertahankan hutannya itu bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk dunia. Jadi kamu yang di luar, mari bersuara bersama dengan masyarakat adat suku Awyu di Boven Digoel Papua untuk keadilan iklim bagi kita semuanya. Pemutaran Film Dokumenter " Asu Pemige, Sawa Pemige." menjelang Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado(PTTUN Manado), terhadap memori banding Frengky Woro setelah gugatannya di tolak oleh Majelis Hakim PTUN Jayapura pada 02 November 2023 lalu. Frangky Woro tetap berjuang mempertahankan hutan adatnya agar tidak di rampas oleh perusahaan sawit, PT Indo Asiana Lestari ( PT IAL) Izin yang digugat Frengky woro mewakili masyarakat adat Suku Awyu itu mencakup rencana pembangunan perkebunan sawit seluas 36.09,4 hektare di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan. Masyarakat adat Suku Awyu selaku penggugat menyatakan izin yang di terbitkan oleh Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu ( DPMPTSP Provinsi Papua) untuk PT IAL tanpa sepengetahuan mereka.
Bagi suku Awyu dan masyarakat adat Papua hutan adalah "apotik" alam, "supermaket gratis" , tempat moyang dan perlu dijaga dan diwarisi secara turun temurun kepada anak cucunya kedepan. Kata, Anastasya Manong, Volunteer Greenpeace Indonesia base Jayapura .***
 
	 
		 
 
							 
 
												 
 
												 
 
												 
 
												 
 
												 
 
												 
 
												