Nasional

Televisi Digital Wujudkan Daulat Informasi, Momentum di Masa Pandemi

  Oleh : Dara Fitria
   : info@suarariau.co
  2021-08-19 08:36:55 WIB
Warga Desa Muntai Barat di Pulau Bengkalis, menonton siaran negara Malaysia. Kini mereka menitip asa pada migrasi TV analog ke digital untuk bisa mendapatkan informasi siaran Indonesia yang berkualitas secara gratis. (Foto: Dara Fitria)

Oleh: Dara Fitria

Peralihan televisi analog ke digital bukan sekedar migrasi biasa. Ada asa, dinamika, harmonisasi, hingga pembentukan jati diri untuk daulat informasi di Negeri sendiri. Tentu saja banyak tantangan di lapangan. Namun perubahan adalah keniscayaan. Satu menara untuk bersama sudah menjadi kebutuhan. Di masa pandemi, kehadiran televisi digital menjadi momentum untuk mendapatkan tayangan berkualitas, sekaligus mewarnai terpenuhinya hak dasar pendidikan di masa sulit. Inilah kisah dari batas negara hingga ke jantung kota tentang migrasi televisi digital. Untuk Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh.

Asa di Batas Negara

Solihin (50) menatap nanar ke arah lepas pantai desa Muntai. Desa ini berada di pulau Bengkalis, Provinsi Riau, dan berhadapan langsung dengan negara tetangga, Malaysia. Butuh waktu lebih kurang 8 jam berkendara mobil dari Kota Pekanbaru, Ibukota Provinsi untuk menuju ke lokasi yang menjadi salah satu halaman terdepan Indonesia ini. Jika cuaca sedang cerah, daratan negeri seberang yang hanya terpisahkan Selat Melaka akan terlihat sangat jelas. Jika berperahu motor, sekitar satu jam sudah sampai ke batas laut perbatasan negara tetangga. Sedekat itu saja.

''Di desa ini dulunya kami jarang sekali melihat siaran Indonesia. Sejak mengenal siaran TV di era tahun 1990-an, kami lebih sering menonton siaran negara Malaysia melalui TV 1, TV 2 dan TV 3. Bahkan siaran televisi Malaysia masih bisa dilihat jelas sampai hari ini di desa kami, setelah 76 tahun Indonesia merdeka'' kata Solihin memulai cerita, saat ditemui di tepian pantai Raja Kecik, Bengkalis, Jumat 6 Agustus 2021.

Tokoh masyarakat Desa Muntai ini menambahkan, awalnya memiliki TV menjadi barang langka di desa mereka. Namun seiring waktu dengan terbukanya akses transportasi ke wilayah Riau daratan, warga Desa Muntai dan beberapa Desa lainnya di Kecamatan Bantan, mulai merasakan kecanggihan teknologi dari menonton siaran televisi. Mereka mulai menjual hasil tangkapan ikan, hasil hutan, hasil berkebun, dan aktivitas ekonomi lainnya untuk membeli antena televisi. Namun tayangan yang berhasil ditangkap televisi analog mereka hanyalah siaran Malaysia.

''Warga Bengkalis didominasi masyarakat suku Melayu. Sehingga meski beda Negara, namun masyarakat di pulau ini sangat mengerti bahasa Malaysia. Logat dan tutur bahasanya sama. Hal ini tidak terlepas dari sejarah masa lalu,'' kata Solihin.

Dijelaskan, Bengkalis dulunya bagian tak terpisahkan dari Kerajaan Siak Sri Indrapura yang berdiri pada tahun 1723 M. Desa Muntai menjadi tempat bersejarah pertama kali Raja Kecik, pendiri Kerajaan Siak menjejakkan kaki. Raja bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah ini merupakan putera Raja Johor, Malaysia, bergelar Sultan Mahmud Syah dengan istrinya Encik Pong. Sebelum kerajaan Siak berdiri, banyak daerah pesisir Sumatera termasuk Bengkalis berada di bawah kekuasaan kerajaan Johor. Di kawasan ini jalannya pemerintahan melalui Syahbandar atau Raja yang ditunjuk dan diangkat oleh Sultan Johor. Lebih dari satu abad, sejarah inilah yang mempengaruhi tatanan kebudayaan masyarakat di wilayah pesisir Riau, hingga saat ini.

''Kami mengerti bahasa dari siaran televisi Malaysia. Hiburan mulai dari lagu, berita, sampai acara-acara resmi yang disiarkan TV Malaysia, kami sering ikuti, karena bahasa kami sama. Tidak ada pilihan mendapatkan alternatif hiburan, karena siaran TV Indonesia di sini memang tidak dapat sama sekali,'' Kepala Desa Muntai, Nurin (40) menambahkan.

Menjadi masalah ketika tiba hari besar kenegaraan, atau misalnya ada pertandingan nasional atau internasional yang melibatkan kedua negara. Nurin mengatakan pada hari kemerdekaan, mereka harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan sinyal siaran TV Nasional hanya sekedar untuk menyimak Indonesia Raya berkumandang dari Istana Negara, Jakarta. Terkadang mereka harus sampai memanjangkan bambu agar dapat menangkap  siaran lokal. Begitupula saat menonton pertandingan, misalnya sepakbola yang melibatkan kedua negara.

''Kami tak rela rasanya menonton pertandingan sepakbola dengan komentator yang memihak ke Malaysia saja. Tapi tak bisa berbuat apa-apa, karena peralatan TV kami memang hanya mampu menangkap siaran mereka,'' kata Nurin.

Situasi itu kemudian berubah ketika penduduk desa mulai mengenal teknologi parabola. Mereka mulai dapat menangkap siaran televisi Indonesia. Namun lagi-lagi ada kendala, untuk beberapa siaran tertentu yang bersifat premium, siaran diacak sehingga tidak bisa mereka tonton.

Teknologi terus berkembang. Warga desa yang sebagian besar hidup dari hasil pertanian, kebun dan hasil laut, tidak lagi punya pilihan untuk mendapatkan hiburan selain dengan mengeluarkan biaya melalui streaming di gadget mereka. Kendala barupun datang, mulai dari butuh kuota yang dinilai masih sangat mahal bagi penduduk desa, sampai pada gangguan tayangan karena pengaruh sinyal.

Secercah harapan kini datang dari kabar migrasi TV digital yang akan berlaku secara Nasional di Indonesia. Meski kabar itu masih samar-samar, warga Desa Muntai sudah mulai ada yang bersiap-siap untuk bermigrasi, dari TV analog ke TV Digital. Harapan mereka hanya satu, bisa menonton siaran Indonesia di Tanah Air-nya sendiri. Gratis. 

''Kami sudah mendapat kabar kualitas TV digital akan lebih bagus dari TV analog ataupun siaran parabola. Bahkan bisa menonton siaran nasional secara gratis. Ini menjadi harapan baru untuk kami, untuk bisa mendapatkan kemerdekaan menonton televisi yang siarannya tentang Indonesia, bukan tentang negara lain,'' kata Syahrul (27), seorang warga desa menambahkan.

Di rumahnya yang sederhana di Desa Muntai Barat, Syahrul memiliki dua unit televisi. Satu unit tersambung ke parabola untuk menonton televisi Indonesia dan satu unit lainnya menggunakan antena biasa yang bisa menangkap siaran Malaysia. 

''Untuk siaran Indonesia menggunakan parabola, kadang diacak ataupun berbayar pakai voucher. Sementara kalau nonton siaran Malaysia, tinggal hidupkan TV saja dan gratis. Keinginan kami dengan adanya migrasi TV analog ke digital, kelak kami bisa menonton siaran Indonesia dengan gratis,'' harapnya.

Imbas Televisi Digital Negara Tetangga

Bukan tanpa alasan asa Syahrul begitu tinggi dengan rencana migrasi televisi digital secara nasional. Karena penduduk pulau terdepan ini mulai merasakan imbas televisi digital yang gencar dilakukan negara tetangga.

Dalam beberapa tahun terakhir, ia dan keluarganya tidak bisa lagi mendapatkan hiburan dari menonton siaran televisi dengan antena biasa ataupun menggunakan televisi tabung. Bagaimanapun mereka haus akan hiburan.

''Kami akhirnya harus beli alat yang disambungkan ke antena biasa, meskipun lagi-lagi yang dapat ditangkap hanyalah siaran Malaysia,'' kata Syahrul.

Alat yang disebutkan Syahrul adalah Set Top Box (STB) untuk menangkap siaran televisi digital. Hal ini diketahui ketika muncul informasi di sudut televisi tabung logo DVB-T2 (logo siaran digital/Digital Video Broadcasting-Second Generation) saat menganti channel menggunakan remote.

Muntai Barat, Desa Pesisir yang berhadapan langsung dengan Negara Malaysia, dan hanya dipisahkan Selat Melaka.

Wajar saja kalau warga desa perbatasan ini kehilangan siaran, karena memang siaran televisi negara jiran tersebut sudah lebih dulu migrasi dari analog ke digital atau Analog Switch Of (ASO) pada tahun 2019 lalu.

Syahrul menceritakan alat penangkap siaran televisi Malaysia itu (baca STB) dibeli di desa Ketam Putih seharga Rp450 ribu. Sejak saat itu, warga Bengkalis yang punya STB bisa menyaksikan puluhan Chanel siaran televisi Malaysia. Beberapa warga bahkan mulai memiliki televisi model baru yang mendukung siaran digital. Meski tetap saja yang bisa ditangkap masih siaran digital negara Malaysia. 

Tantangan

Koordinator Bidang Teknik Stasiun TVRI Riau-Kepri, Budianto, saat dikonfirmasi mengaku kalau STB sebagai alat penangkap siaran televisi digital bersifat universal.

Kepala Stasiun TVRI Riau, Yasran (kanan) mengajak masyarakat untuk segera bermigrasi ke TV digital yang audio dan visualnya lebih berkualitas dibandingkan siaran TV analog.

''Alat tersebut bisa menangkap siaran tanpa bisa diproteksi khusus untuk menangkap siaran dari Indonesia. Dia menangkap sesuai kekuatan sinyal," katanya menanggapi fenomena di desa-desa yang berada di pulau terdepan Indonesia, Bengkalis.

Sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP), TVRI telah ditunjuk pemerintah sebagai pengelola Mux siaran televisi digital. Rencananya pemerintah melalui LPP pemegang Mux akan membagikan STB gratis kepada masyarakat. 

Khusus di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia di Provinsi Riau, pembagian STB gratis ini diakui Budianto akan menjadi simakalama. Terutama ketika Lembaga Penyiaran Indonesia tidak serta merta hadir pada siaran digital di wilayah ini, kecuali empat kanal TVRI.

Dampaknya adalah STB gratis yang dibagikan pemerintah justru bisa digunakan masyarakat untuk menonton siaran televisi dari negara tetangga. Mungkinkah itu terjadi di di Bengkalis, Dumai, Meranti, Siak, Rokan Hilir dan sekitarnya yang menjadi target prioritas migrasi televisi analog ke digital untuk wilayah Provinsi Riau?

''Sangat mungkin sekali. Bahkan sudah terjadi. Saat uji coba Siaran televisi digital melalui transmisi TVRI di Sungai Pakning pada tahun 2018 silam, ada 500 STB gratis yang disiapkan pemerintah saat itu. Awalnya masyarakat enggan menerima STB tersebut. Tapi begitu ada mencoba dan tahu alat tersebut bisa menangkap siaran televisi Malaysia, masyarakat justru berebut meminta,'' ungkapnya.

Masalahnya, lanjut Budianto, ketika uji coba tersebut, selain empat kanal TVRI, beberapa saluran Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) ikut siaran melalui transmisi Sungai Pakning. Namun hanya berlangsung 3 sampai 6 bulan, LPS menghentikan siaran digitalnya. Walhasil, masyarakat pun beralih memindahkan arah antenanya ke negara Malaysia.

Inilah simalakama program migrasi siaran analog ke digital di daerah perbatasan negara Indonesia-Malaysia, terkhusus di Provinsi Riau.

Persiapan Migrasi Analog ke Digital

Saat ini TVRI Stasiun Riau dan Kepulauan Riau, selaku lembaga penyiaran publik yang diamanahkan pemerintah sebagai salah satu pengelola multipleksing atau MUX siaran televisi digital, terus bersiap membenahi sejumlah pemancarnya di dua Provinsi yang sangat berdekatan dengan negara tetangga, Malaysia dan Singapura.

Lokasi Transmisi TVRI Riau Kepri 2021

Hingga bulan Juli 2021, 7 lokasi transmisi digital on air, dan 3 lokasi transmisi analog on air. Diantaranya yaitu Kota Pekanbaru Ch 40 UHF dengan kekuatan pancar 3 Kw; Sungai Pakning Ch 28 UHF dengan kekuatan 5 Kw, Selat Panjang Ch 11 CHF dengan kekuatan 1,5 Kw; Tembilahan Ch 28 UHF dengan kekuatan 2 Kw, Baserah Ch 10 VHF dengan kekuatan 250 W, Pasir Pengaraian Ch 29 UHF dengan kekuatan pancar 2 KW; Batam Ch 48 UHF dengan kekuatan pancar 2 Kw, Kijang Ch 48 UHF dengan kekuatan pancar 3,5 Kw, Terempa Ch 40 UHF dengan kekuatan 1 Kw, dan Natuna Ch 48 UHF dengan kekuatan 2 Kw. 

Sedangkan Dumai Ch 50 UHF dengan kekuatan pancar 5 Kw, Siak Ch 4 VHF dengan kekuatan pancar 10 KW, dan Dabo Singkep Ch 8 VHF dengan kekuatan pancar 10 W, saat ini dalam proses perbaikan. 

''Selain itu TVRI juga sedang persiapan membangun stasiun transmisi baru di Rokan Hilir yang sudah ada tanah hibahnya. Rencana lainnya juga akan dibangun di Indragiri Hulu jika dapat tanah hibah dari pemerintah daerah,'' kata Kepala stasiun TVRI Riau, Yasran. 

Inilah nantinya yang akan menjadi pendukung migrasi televisi analog ke digital. Yasran menambahkan masyarakat bisa mendapatkan banyak manfaat dengan migrasi dari analog ke digital. Diantaranya siaran menjadi lebih bersih, audio lebih jernih, dan tentu saja berteknologi canggih. TV digital mampu menyiarkan 16 lebih konten siaran yang berbeda secara bersamaan di satu peralatan pemancar TV digital.

''Kalau dulu satu siaran ya cuma bisa satu konten. Jadi kalau ada kebutuhan mendesak, banyak rekan kita di lembaga penyiaran swasta lokal dan nasional mau, bisa ditambah. Tinggal pasang peralatan dan ini akan lebih efesien,'' ungkapnya.

Dengan televisi digital, TVRI daerah juga bisa tayang 24 jam, tergantung kesanggupan mengisi siaran. Contoh untuk TVRI transmisi Sungai Pakning di Kabupaten Bengkalis, saat ini jangkauan siarannya mencapai 40 Km dengan empat konten siaran, yakni TVRI Nasional Jakarta, TVRI lokal Riau, TVRI Budaya dan TVRI Sport HD. Dengan beralih ke TV digital, masyarakat kini juga bisa menonton beragam siaran setiap hari secara gratis. 

''Orang Riau juga bisa masuk tivi, tanpa perlu minta slot tayang khusus. Selama inikan TVRI lokal hanya kebagian jatah tayang 4 jam sehari menggunakan TV analog, maka dengan adanya TV digital siaran lokal bisa tayang 24 jam,'' jelas Yasran.

''Melalui siaran televisi digital, para pihak bisa memanfaatkan slot siarannya untuk kepentingan Riau, misalnya melalui siaran kebudayaan. Kalau sudah terbiasa menonton siaran digital, terasa beda dengan analog,'' tambahnya.

Televisi Digital: Pendidik di Masa Pandemi

Irfan (37), warga Rumbai, Pekanbaru, tengah duduk bersama keluarga kecilnya. Sudah satu tahun lebih selama masa pandemi Covid-19, dua anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) lebih banyak di rumah sebagaimana arahan pemerintah.

Anak-anak menonton siaran TV digital dengan kualitas audio dan visual lebih jernih, serta isi konten siaran yang mengedukasi sebagai alternatif media pendidikan di masa sulit pandemi.

Kondisi ini memberi tantangan sendiri baginya sebagai orang tua, karena anak-anak menjadi lebih asyik dengan perangkat pintar atau gadget, yang kadang isi kontennya kurang berkualitas.

''Awalnya kami sudah lama tidak menonton televisi, lebih sering menonton youtube di handphone. Namun di masa pandemi, saya akhirnya mengajak anak-anak untuk kembali menonton Televisi yang kini sudah bersiaran digital. Televisi digital juga tidak kalah berkualitas dengan menonton siaran youtube di handphone. Karena kualitas TV digital  gambarnya lebih jernih, tajam, dan keunggulannya yang paling terpenting lagi adalah gratis,'' kata Irfan.

Pandemi telah mengubah banyak hal dalam kehidupan keluarga kecil ini. Membeli paket TV berbayar ataupun pulsa handphone, kini menjadi hal yang memberatkan. Terlebih lagi Irfan hanya bekerja sebagai pegawai swasta. Namun bagaimanapun, ia ingin anak-anaknya tetap mendapatkan informasi yang bersifat hiburan dan mendidik.

''Alhamdulillah dengan hadirnya televisi digital, banyak siaran yang mendukung pendidikan anak-anak di masa pandemi. Seperti siaran belajar bersama yang pernah ditayangkan TVRI. Di masa pandemi tayangan seperti ini sangat membantu sekali karena siarannya bisa dinikmati tanpa ada semut di layar dan tanpa putus sinyal,'' tambahnya.

Daulat Informasi

Sementara itu Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau, koordinator bidang pengawasan isi siaran, Asril Dharma mengatakan sejauh ini sudah termonitor delapan (8) kanal siaran televisi digital yang bersiaran di Pekanbaru.

Di wilayah Riau 1 meliputi Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah menunjuk pemenang tender pengelola multipleksing (MUX), yaitu Trans TV dan TV One. Selain pemenang lelang ini, TVRI sebagai lembaga penyiaran publik mendapat alokasi dua MUX di setiap wilayah layanan.

Berdasarkan monitoring KPID Riau, yang sudah bersiaran digital melalui MUX Trans TV ada empat kanal, yaitu Trans 7, Trans TV, CNN Indonesia, dan CNBC Indonesia. Sementara TVRI memiliki empat kanal digital hanya bisa tayang saat malam hari, sedangkan saat siang hari masih menggunakan analog. Hal ini karena pemancar TVRI baru ada satu, dan belum banyak masyarakat kota Pekanbaru yang memiliki STB. Sehingga perbandingan antara analog dan digital sudah bisa dilihat melalui kualitas tayangan.

''Memang siaran digital ini sangat berbeda jauh dari analog. Kita memberikan apresiasi pada pemenang MUX yang sudah melakukan siaran digital, sehingga masyarakat yang sudah mempunyai STB atau televisi suport digital, sudah bisa menikmati pengalaman baru menikmati siaran digital dengan audio dan tampilan video yang sangat berkualitas,'' kata Asril.

Dengan migrasi televisi analog ke digital, masyarakat kini mendapatkan banyak alternatif kanal, dan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan, baik untuk televisi berlangganan maupun streaming. Semuanya bisa diakses secara gratis.

Untuk itu KPID Riau tetap berharap manfaat migrasi TV analog ke digital juga akan sejalan dengan kualitas isi konten penyiaran. Terlebih bila dikaitkan dengan kondisi yang ada di perbatasan negara seperti di Pulau Bengkalis, dan kondisi pandemi Covid-19 yang mengubah banyak hal dalam transfer informasi publik.

Karena hal ini sudah jelas menjadi amanat UU Nomor 32 Tahun 2000 tentang penyiaran, Pasal 3 yang menyebutkan penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.

''Manfaat migrasi televisi analog ke digital sangat diyakini dapat mewarnai kebudayaan masyarakat Riau, hingga mereka bisa berdaulat informasi, terutama di wilayah terdepan seperti di Bengkalis. Terlebih lagi dengan tantangan yang tidak mudah di masa pandemi Covid-19 saat ini,'' kata Asril.

Daulat berarti tidak hanya bisa menerima beragam informasi berkualitas dari siaran televisi digital yang ada, namun juga bisa mentransfer pengetahuan untuk membentuk harmonisasi informasi di tengah era masyarakat digital saat ini. 

''Selain mendekatkan masyarakat dengan informasi di lingkungannya, televisi digital juga memberi pengalaman menikmati kualitas gambar yang lebih tajam, bersih dan jernih. Jangan ditunda lagi, ayo migrasi ke Televisi digital,'' tegas Asril.

Sesuai dengan amanat Pasal 72 angka 8 UU 11 Tahun 2020 Cipta Kerja, migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke digital, atau yang dikenal sebagai proses analog-switch-off (ASO), akan diselesaikan paling lambat November 2022 atau paling lambat dua tahun sejak UU berlaku.

Bila berjalan implementasinya sesuai dengan target, maka sejarah baru akan tercatat, masyarakat dari kota hingga sampai ke pelosok desa akan mendapatkan banyak manfaat. Terutama untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Seperti nun jauh di perbatasan, hadirnya televisi digital tentu akan semakin memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan, menumbuhkan Nasionalisme. Begitupun bagi masyarakat di perkotaan, berbagai alternatif siaran televisi berkualitas bisa disaksikan tanpa perlu menambah biaya. Satu menara untuk bersama. Untuk Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh. MERDEKA!

Penulis : Dara Fitria
Editor : Dara Fitria
Kategori : Nasional