Riau

NGO Ingatkan KLHK Tidak Bisa Sendiri Selesaikan TNTN

  Oleh : Suarariau.co
   : info@suarariau.co
  2021-12-25 11:30:03 WIB
Riko Kurniawan (Foto: Ist)

SuaraRiau.co - Persoalan perambahan sawit dalam kawasan hutan dan konservasi seperti yang terjadi di Taman Nasional Tesso Nilo, sudah menjadi persoalan menahun. Masalah pada kawasan yang menjadi rumah bagi flora dan fauna endemik Indonesia di Pulau Sumatera ini diantaranya pembalakan liar, penguasaan sepihak yang berakibat munculnya konflik, karhutla, alih fungsi lahan, dan masalah lingkungan lainnya jauh sebelum diresmikan sebagai Taman Nasional pada 19 Juli 2004. 

''Ini menyebabkan hilangnya fungsi kawasan hutan dan terkesan dibiarkan hingga menyebabkan kerugian negara dan ekologis akibat tata kelola yang buruk, serta tidak adanya kepastian hukum yang kuat,'' kata Direktur Paradigma, Riko Kurniawan, Jumat (24/12/2021).

"Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak mungkin bisa sendiri menyelesaikan kompleksitas masalah di TNTN. Harus ada kerja kolektif  para pihak terkait," tegasnya.

Paradigma mengapresiasi langkah KLHK yang melibatkan banyak pihak termasuk NGO, dalam Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo. RETN ini sudah dimulai sejak tahun 2016 dan dikuatkan dengan lahirnya SK Menteri LHK. 

''Kebijakan KLHK memberikan akses kepastian rakyat dalam mengelola kawasan dan agenda pemulihan hutan untuk menjadikan fungsi hutan kembali di masa depan perlu didukung, sekaligus diawasi bersama. Kepastian payung hukum guna menata arah keberlanjutan fungsi hutan untuk kesejahteraan rakyat dan fungsi ekologis menjadi kata kunci bagaimana negara hadir dalam mengelola sumber daya alam,'' ungkap Riko.

Ekosistem Tesso Nilo terdiri atas tiga kawasan penting dengan status konservasi TN Tesso Nilo seluas 83.069 ha, dan kawasan Hutan Produksi eks HPH Siak Raya Timber seluas 38.560 ha, serta eks HPH Hutani Sola Lestari seluas 45.990 ha. 

Selain tiga kawasan penting tersebut, terdapat 13 konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) dan 11 perusahaan kebun kelapa sawit di dalam Ekosistem Tesso Nilo. Di sekitar Ekosistem Tesso Nilo juga terdapat 23 desa tersebar di 4 wilayah administrasi Kabupaten Kampar, Pelalawan, Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi. 

'Disadari bahwa penyelesaian perambahan atau penguasaan lahan pada kawasan hutan terutama di Ekosistem Tesso Nilo tidaklah mudah dan tidak bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat. Diperlukan komitmen semua pihak untuk berperan aktif dalam implementasi penyelesaiannya. 

"Karena itu semua pihak terkait dapat berperan aktif dalam implementasi pengelolaan ekosistem Tesso Nilo dengan pendekatan berbasis masyarakat. Langkah ini sudah diambil Menteri LHK Siti Nurbaya, perlu didukung bersama karena tantangan di lapangannya tidak mudah,'' tambah Koordinator EoF, Nur Samsu.

Paradigma dan EoF mengapresiasi langkah konkrit Menteri Siti Nurbaya yang pada Rabu, 23 Desember 2021 lalu, memimpin langsung rapat RETN di kantor TNTN, Pelalawan Riau. 

Ini dinilai sebagai simbolik penting keseriusan KLHK di bawah kepemimpinan Siti Nurbaya untuk menyelesaikan rumitnya masalah ekosistem Teso Nilo. Rapat RETN dihadiri Wakil Gubernur Riau, Bupati Pelalawan, Ketua DPRD, jajaran Forkompimda, KLHK, dan Pemda. Selain itu turut hadir NGO dari Walhi Riau, Jikalahari, EoF dan Paradigma. 

Siti Nurbaya optimis tahun 2022 kerja RETN sudah bisa mulai terlihat hasil awal dan tahun 2023 masalah kompleks ekosistem Tesso Nilo sudah bisa diselesaikan.(rls)

Penulis : Suarariau.co
Editor : Dara Fitria
Kategori : Riau