Eco

IETD 2021, Sampaikan Target Dekarbonisasi Indonesia pada 2050

  Oleh : Suarariau.co
   : info@suarariau.co
  2021-09-14 17:37:38 WIB
Penyampaian rencana IETD 2021, secara virtual Selasa (14/9/2021)

SuaraRiau.co -JAKATA - Menapaki tahun keempat, Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) akan menggelar diskusi mengenai transisi energi di Indonesia secara virtual. Dengan mengusung tema Raih Dekarbonisasi Mendalam pada 2050: Tetapkan Target, Mobilisasi Aksi, dan Capai Bebas Emisi, IETD 2021 . Diskusi tersebut akan digelar secara etsfaet selama 5 hari melalui website ietd.info, Senin-Jumat (20-24/9/2021).

“Dialog tahun 2021 akan membahas secara terperinci jalur yang Indonesia dapat tempuh untuk mencapai bebas emisi 2050 dengan mengundang lebih dari 60 pembicara dari Indonesia maupun internasional,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa dalam launching Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021 secara virtual, Selasa (14/9/2021).


Acara yang berlangsung selama lima hari ini pun akan dibuka secara resmi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, dengan menghadirkan pembicara di antaranya adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Chairman Rocky Mountain Institute (RMI) Amory Lovins, dan Executive Secretary United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Patricia Espinosa.


IETD 2021 fokus membahas pentingnya upaya dekarbonisasi sistem energi di Indonesia dengan segera bertransisi energi dari energi fosil menuju pemanfaatan 100 persen energi terbarukan pada 2050. Hal ini memerlukan  kerangka kebijakan yang kuat. Mendorong memobilisasi teknologi, dan investasi di sektor energi terbarukan. agar bersaing  bersaing dengan energi fosil yang padat subsidi.

Sementara IESR menilai Indonesia sudah terlamnbat 10 tahun. Seba, secara komitmen politik dan kebijakan, Indonesia masih tidak selaras dengan Persetujuan Paris. Hal ini tercermin pada dokumen pemutakhiran komitmen nasional Indonesia atau Nationally Determined Contributions (NDC) 2021. Disisi lainskenario mitigasi di sektor energi dalam dokumen tersebut masih sarat dengan energi fosil.

Untuk itu diskusi  virtual secara estafet secara daring ini fokus membahas pentingnya upaya dekarbonisasi sistem energi di Indonesia, dengan segera bertransisi energi dari energi fosil menuju pemanfaatan 100 persen energi terbarukan pada 2050.

Dalam diskusi tersebut akan diangkat  tiga isu utama .Pertama, meningkatkan pemahaman tentang target dekarbonisasi Indonesia pada 2050. Kedua, mendorong para pemangku kebijakan untuk menetapkan target dekarbonisasi pada sektor energi kelistrikan 2050. Dan terakhir  memfasilitasi diskusi terkait tindakan yang dibutuhkan pemerintah dan tantangan untuk mewujudkan target dekarbonisasi pada 2050.

“Skenario low carbon scenario compatible with Paris Agreement target (LCCP) dalam Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) tidak mencerminkan Indonesia mengatasi krisis iklim. Pemerintah terjebak dalam solusi palsu untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dengan berharap pada teknologi seperti CCS/CCUS yang mahal dan sejauh ini menunjukan tidak efektif dalam menurunkan emisi di PLTU. Skenario ini justru menjauhkan kita dari transformasi sistem energi berbasis pada teknologi terbaik yang lebih handal, bersih dan kompetitif,” ujar  Direktur Eksekutif IESR.

Wakil Ketua Kelompok Kerja I Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Edvin Aldrian mengatakan, mayoritas emisi gas rumah kaca ada di sektor energi kelistrikan yaitu sebesar 35 persen. Jika pemerintah melakukan langkah penurunan karbon secara ambisius, maka karbon Indonesia bisa turun 1,5 derajat celcius pada 2040 awal.

“Lalu masa depan energi buat Indonesia ini salah satunya ada di biofuel. Akan tetapi, penurunan harga biofuel ini masih menemui tantangan. Penurunan harga itu perlu perluasan lahan, tapi itu masih jadi tantangan,” ujarnya.

IESR memandang bahwa mengandalkan sepenuhnya sistem energi Indonesia pada energi terbarukan merupakan solusi yang tepat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), mengingat sektor energi fosil akan menjadi penyumbang emisi terbesar pada tahun 2030. 

Dari paparan Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) terbaru telah memberikan pemahaman mendalam yang berbasis saintifik mengenai fenomena perubahan iklim. Laporan tersebut memprediksi bila negara di dunia tidak menerapkan langkah ambisius dalam memitigasi perubahan iklim, maka kenaikan suhu bumi melebihi 1.5 derajat Celcius akan berlangsung dalam dua dekade mendatang. Artinya pada 2080-2100, kenaikan temperatur rata-rata bumi bahkan dapat mencapai 3.3-5.7 derajat Celcius.

Laporan tersebut lebih lanjut menjelaskan dampak cuaca ekstrim yang akan lebih sering terjadi ketika temperatur rata-rata bumi naik melebihi 1.5 derajat Celcius seperti hujan lebat, kekeringan, dan heatwave.Beberapa perubahan tersebut tidak bisa diperbaiki (irreversible).

Edvin mengatakan perubahan iklim berdampak bagi Indonesia, terutama dengan meningkatnya intensitas hujan. Pemerintah perlu melakukan adaptasi dan mitigasi. Tidak bisa menunda waktu lagi.

Halaman :
Penulis : Suarariau.co
Editor : Imelda Vinolia
Kategori : Eco