HuKrim

Pengamat Hukum: Penyidik Harus Lebih Jeli Kembangkan Kasus Pembobolan Rekening Nasabah BJB Pekanbaru

  Oleh : Suarariau.co
   : info@suarariau.co
  2021-07-13 09:02:52 WIB
Erdiansyah, MS, SH, M.H (Foto: Ist)

SuaraRiau.co - Pakar Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Riau Erdiansyah, MS, SH, M.H menyoroti penanganan kasus pembobolan rekening nasabah prioritas BJB Pekanbaru atas nama Arif Budiman. Menurut pengamat hukum ini, keseriusan penyidik dipertanyakan dalam menangani kasus korban yang alami kerugian mencapai Rp28 miliar.

Erdi menilai, dari rangkaian penanganan kasus yang dilakukan penyidik Polda Riau, seharusnya penyidik lebih jeli dalam melakukan pengembangan kasus yang sudah berlarut-larut ini.

"Penyidik harusnya kembangkan kasus ini, karena tidak dilakukan oleh satu orang, namun juga ada pelaku lainnya. Saya menilai penyidik harus lebih jeli, ini juga menyangkut kerugian korban yang tidak sedikit. Karena juga, perbankan merupakan sebuah lembaga atau korporasi, sehingga pimpinan juga bertanggungjawab apabila terjadi tindak pidana dalam perbankan tersebut," tegas Erdi dalam keterangannya kepada media, Sabtu 10 Juli 2021.

Erdi menyebutkan, kasus yang menimpa Arif Budiman ini sebenarnya sangat sederhana. Hanya saja, perkara ini sudah terlalu lama dan berlarut-larut sejak dilaporkan korbannya pada 2019 lalu.

"Penyidik harusnya menggali, ini menyangkut kerugian korban yang cukup besar. Kita kembalikan ke keseriusan penyidik, ada di tangan penyidik. Tentunya penyidik harus mengejar bola. Penyidik harus menggali siapa-siapa saja yang terlibat, tugas penyidik untuk kembangkan kasus ini, karena sudah cukup lama dan berlarut-larut, penyidik harus percepat prosesnya," terang Erdi.

Erdi juga menyoroti terkait oknum bank TDC yang sudah ditetapkan tersangka pada 2020 lalu, namun karena alasan memiliki anak kecil, TDC tidak ditahan. "Persoalan hukum siapa yang berbuat dia yang bertanggungjawab, sudah ditetapkan tersangka, tidak ada alasan tidak ditahan karena memiliki anak kecil, ini perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku, walaupun memiliki tanggungan," jelas Erdi.

Erdi juga mendesak penyidik mengamankan barangbukti berupa CCTV di perbankan tersebut. "Kalau alasannya CCTV rusak itu adalah alasan klasik. Rekaman barang elektronik bisa digali kalau memang penyidik serius dalam penanganan perkara ini, tidak ada alasan CCTV rusak, keseriusan penyidik lagi yang dituntut dalam penanganan kasus ini," tegasnya.

Erdi juga menyayangkan pihak bank yang tidak mau menyerahkan laporan transaksi korban. "Bank harusnya melindungi nasabah. Seharusnya pihak bank memiliki kewajiban menyerahkan laporan transaksi nasabah, penyidik juga bisa mendapatkannya laporan transaksi nasabah itu untuk hal penyidikan, bisa minta izin ke Bank Indonesia untuk keperluan penyidikan. Perbankan harusnya terbuka dengan nasabah, perbankan wajib memberikan laporan transaksi korban, karena nasabah juga memiliki hak mengetahui semua transaksinya," papar Erdi.

"Sekali lagi saya sampaikan, sebenarnya kasus ini tidak begitu sulit. Semua ada di tangan penyidik, keseriusan penyidik sebagai garda terdepan dalam penanganan kasus ini. Mulai dari laporan awal korban yang menyampaikan 9 transaksi dengan nilai Rp3, 25 miliar, namun pengakuan BJB ada 25 transaksi dengan nilai Rp3, 025 miliar. Dari perbedaan ini saja penyidik harusnya sudah bisa melakukan pengembangan kasus ini," pungkasnya.

Dalam kasus ini, seharusnya pihak bank bersama nasabah melaporkan pembobolan rekening nasabah ini, karena ini menyangkut kredibilitas bank yang sudah berstandar nasional. Ditambah lagi, korban merupakan nasabah prioritas di bank plat merah tersebut.(rilis)

Penulis : Suarariau.co
Editor : Dara Fitria
Kategori : HuKrim