Nasional

Webinar Series 3 Cerdas Berdemokrasi, Begini Cara Jurnalis Mendulang Klik Tanpa Konflik

  Oleh : Suarariau.co
   : info@suarariau.co
  2021-05-28 08:03:36 WIB
(Foto: Ist)

Pekerjaan sehari-hari seorang jurnalis di masa pandemi Covid-19 berhadapan dengan infodemik yang melimpah ruah di tengah masyarakat. Produk jurnalistik sering kali malah tidak mendapat perhatian dari masyarakat yang terlanjur kebanjiran informasi yang tidak berdasar, namun menyebar dengan cepat, dan menciptakan ketidakpastian. 

"Jurnalis dituntut untuk setia kepada data, fakta, dan peristiwa sehingga berita yang dihasilkan dapat menjernihkan informasi dan memenuhi hak masyarakat untuk tahu," kata Mayong Suryo Laksono Anggota Dewan Pengawas LKBN Antara dalam Webinar Series 3 Cerdas Berdemokrasi dengan tema "Jaga Berita, Jaga Cinta, Jaga Indonesia" di Pekanbaru, Riau, Kamis 27 Mei 2021.

"Pada webinar kali ini," lanjutnya, "kita para jurnalis juga diingatkan bahwa fakta dan peristiwa itu sakral namun tidak semuanya secara serta merta dapat disalurkan kepada masyarakat. Misalnya berita konflik sosial memerlukan kehati-hatian dalam meliput, menulis, dan melaporkan demi menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia."

Kegiatan webinar ini diselenggarakan oleh Direktorat Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan menghadirkan sejumlah pembicara lainnya yaitu Dwitri Waluyo Redaktur Pelaksana Portal Berita Infopublik.id, Heru Margianto Redaktur Pelaksana Kompas.com, dr. Emrus Sihombing Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan dan dimoderatori oleh Algooth Putranto Kandidat Doktor Ilmu Komunikasi.

"Di masa pandemi ini, banjir informasi tidak dapat dihindari masyarakat sehingga muncul istilah infodemik. Ini sangat berbahaya karena infodemik itu simpang siur dan tidak ada pihak yang dapat bertanggungjawab," kata Dwitri. Lebih lanjut, infodemik jumlahnya masif dan tersebar cepat karena masyarakat turut meneruskannya melalui aplikasi percakapan dan media sosial yang digunakan.

Jika informasinya mengambil dari media mainstream, Dwitri melanjutkan, dapat terpercaya karena berita diproduksi melalui kerja jurnalistik yang baik dan benar, tentu di dalamnya ada pencarian data, fakta serta melakukan verifikasi. Ini berbeda dengan infodemik yang tak jarang diperlakukan masyarakat dengan sekedar menyebarkan, hanya baca judulnya, tapi tidak baca isinya, langsung share. "Padahal tidak semua informasi itu memuat kebenaran, justru yang banyak beredar adalah hoaks” kata Dwitri.

Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, pada kurun waktu Januari sampai Mei 2021, terdapat 1.606 hoaks yang dideteksi. "Hoaks yang banyak itu disebarkan melalui berbagai platform seperti Facebook, Instagram, Twitter dan YouTube, termasuk WhatsApp group, sehingga beranak pinak,” katanya.

Pada kurun waktu tersebut, Kementerian Kominfo terus mengidentifikasi hoaks dan menerima laporan dari masyarakat. "Setidaknya sudah ada 113 kasus yang masuk keranah hukum," katanya.

*Mendulang klik tanpa konflik*

Media-media online sering dituduh sebagai aktor amplifikasi infodemik. Hal ini disebabkan karena kinerja media online kebanyakan membutuhkan klik dari pembaca sehingga lalu lintas website tinggi dan dapat mendulang iklan sebagai pendapatan utama.

"Media online dapat mendulang klik tanpa berita konflik, tanpa menciderai kemanusiaan, tanpa merusak bangsa dan negara Indonesia," kata Heru Margianto.

Kuncinya, lanjut Heru, adalah membuat berita yang _clickable_ namun bukan _clickbait_. _Clickable_ adalah berita yang berdaya klik sehingga beritanya dibaca sedangkan _clickbait_ adalah berita yang membohongi audiens dengan tujuan semata-mata mendapatkan klik.

"Dalam perspektif ilmu komunikasi, secara sederhananya, jika berita tidak diklik maka pesannya tidak akan sampai. Maka si pembuat artikel atau berita gagal sebagai komunikator," kata Heru. Salah satu teknik agar berita menjadi clickable adalah pemilihan kata kunci pada judul dan badan berita. Dicontohkan, penulisan nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak berlaku di media online karena masyarakat mengetik di mesin-mesin pencari sebagai SBY. Contoh lain, adalah nama Ahok akan lebih clickable di media online karena nama Basuki Tjahaya Purnama tidak populer ketika orang _googling_.

Fenomena clickbait terjadi karena pembuat artikel hanya membutuhkan klik meskipun harus membohongi target audiens. Hal ini juga berimbas di media online yang kini gemar mengambil sumber artikel dari _trending topic_ media sosial tanpa melakukan verifikasi. "Dalam konteks infodemik, seyogianya jurnalis dengan medianya memainkan peran sebagai penjernih informasi dengan ketrampilannya dalam membuat berita yang berdaya klik," tegas Heru.

*Menulis dengan cinta untuk Indonesia*

Disampaikan oleh Emrus, fungsi informasi adalah mengurangi ketidakpastian sehingga peran jurnalis di ruang-ruang publik menjadi penting. "Apa yang diberitakan akan menentukan perilaku masyarakat," kata dosen ilmu komunikasi UPH ini. 

Realitas sosial, lanjutnya, pada kenyataannya dibentuk oleh pola-pola komunikasi masyarakat. Berita diproduksi jurnalis dan disebarkan melalui media-media mainstream. "Jurnalis dapat merawat Indonesia dengan menulis berita yang sesuai kaidah jurnalistik," kata Emrus.

Masyarakat sebagai konsumen berita mendapatkan pencerahan dan pemberdayaan dalam menjaga Indonesia dengan menghadirkan berita berdasarkan etika, norma, dan aturan-aturan yang berlaku di Indonesia, yaitu demokrasi, Pancasila, dan UUD 1945.

Hal yang senada juga disampaikan oleh Koordinator Bidang Informasi dan Komunikasi Politik dan Pemerintahan, Dwi Dianingsih bahwa masyarakat memerlukan informasi dan berita sesuai dengan nilai-nilai demokrasi Pancasila secara khusus di masa pandemi Covid-19. "Oleh karena itu, webinar ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran audiens tentang pemberitaan media massa dalam kerukunan masyarakat, bangsa, dan negara, serta mendorong perubahan perilaku audiens agar positif dan penuh cinta kasih melalui pemberitaan media massa," jelasnya.

Webinar ini diikuti secara daring oleh 50 jurnalis di Kota Pekanbaru dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, diantaranya mencuci tangan, pengecekan suhu tubuh, dan menjalani tes antigen sebelum acara dimulai. Tempat duduk peserta juga diberi jarak demi menjaga keamanan serta kesehatan para peserta dan panitia sesuai prinsip _cleanliness, health, safety_ dan _environment_ (CHSE) _sustainability_. 

Webinar ini diikuti juga oleh ratusan peserta di berbagai kota melalui fasilitas Zoom dan _live streaming_ kanal YouTube Kementerian Komunikasi dan Informatika, selain itu juga dimeriahkan dengan hadiah kejutan berupa doorprize voucher belanja dan pulsa senilai Rp 100ribu untuk 100 peserta beruntung yang mengikuti webinar secara daring.

***

Webinar Series Cerdas Berdemokrasi diselenggarakan oleh Subdirektorat Informasi dan Komunikasi Politik dan Pemerintahan, Direktorat Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Republik Indonesia. Sebelumnya, webinar ini telah diselenggarakan di Malang, Jawa Timur dan Denpasar, Bali dengan audiens mahasiswa dan jurnalis.(***)

Penulis : Suarariau.co
Editor : Dara Fitria
Kategori : Nasional