Suara Kampus

Webinar Magister Ilmu Komunikasi Unri, Pakar Ingatkan 'Be Creative', 'Be Responsible', dan 'Be Sensitive'

  Oleh : Suarariau.co
   : info@suarariau.co
  2020-12-04 14:44:51 WIB
(Foto: Ist)

SuaraRiau.co - Program studi Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial (Fisip) Universitas Riau sukses menggelar Webinar dalam rangka membuka ruang diskusi di tengah pandemi Covid-19. 

Hari ini, Jumat 4 Desember 2020, Magister Ilmu Komunikasii mengangkat tema "Transformasi Media Massa dan Urgensi Literasi Digital.

Adapun narasumber yang hadir diantaranya, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (Ketua Umum ASPIKOM), Dr. Muhammad Sulhan, M.Si, Ketua Prodi S3 Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, Dr Atwar Bajari, M.Si, Dosen Ilmu Komunikasi Fisip UR, Dr Suyanto, M.Sc dan Ketua KPI RI, Yuliandre Darwis Ph.D.

Dalam Webinar yang dimoderatori oleh Dosen Magister Ilmu Komunikasi Fisip, Dr Yasir M.Si dan Dr Ringgo Eldapi Y, M.I.Kom, diskusi ini diikuti oleh berbagai kalangan, mulai mahasiswa, dosen, praktisi dari berbagai daerah.

Dekan Fisip Unri yang di wakili oleh Wakil Ketua Bidang Akademik FISIP Universitas Riau Dr. Belli Nasution, M.A dalam kata sambutannya menyampaikan salam dari Dekan Fisip, Syafri Harto yang berhalangan hadir pada hari ini.

Dia juga menyampaikan salam dari Koordinator Prodi Ilmu Komunikasi Unri, Dr Welly Wirman S.Ip, M.Si yang saat ini dalam kondisi tidak sehat, serta meminta doa supaya Dr Welly segera diberi kesembuhan dan bisa beraktivitas kembali.

Selain mengucapkan terimakasih kepada panitia yang sudah bertungkus lumus, Belli juga mengucapkan terimakasih atas kesediaan waktu para senior dan koleganya dalam membagikan ilmunya dalam kesempatan ini.

"Terimakasih sudah memberikan waktu berharganya ini. Korban media digital saat ini sudah berserakan, baik dari segi penipuan kriminal, maupun korban politik. Jika dikaji, media digital ini akan terlihat kepentingan, yang penting kita bijak menggunakannya, biarlah para pakar yang menjelaskan ke kita di hari Jumat penuh berkah ini," kata Belli.

Ketua Umum Aspikom, Dr Muhammad Sulhan dalam kesempatan ini menyampaikan materi tentang sosiologi media dan netizen yang 'Terlena'. Dijelaskan Sulhan, perubahan dari media konvensional ke digital membuat beberapa perubahan.

Antara lain, terjadinya desentralisasi, konektivitas yang tak terbatas dan kompleksitas netizen. Semuanya berkaitan dengan problematika industri kreatif, demokrasi dan kebebasan.

Dalam aspek industri kreatif, masyarakat dituntut untuk 'be creative', karena sektor industri digital saat ini sudah sangat menggeliat. Bahkan, di masa pandemi Covid-19, bisnis yang berkaitan dengan digital tidak mengalami kesulitan.

"Bisnis digital cenderung tetap stabil, karena work from home, generasi rebahan bertambah. Kalau dulunya jemaah rebahan adalah kalangan remaja dan anak-anak, sekarang naik ke usia yang lebih senior. Kita-kita ini termasuk jemaah rebahan juga. Kita bisa lihat bagaimana stabilnya e-commerce di masa pandemi ini," kata Sulhan.

Begitu juga dengan aspek demokrasi, dimana banyak prahara demokrasi yang terjadi di media digital. Saat 'surveilance capitalism' masuk ke Indonesia, negara mendapati persoalan serius. 

"Era digitalisasi menciptakan ruang kontrol tidak lagi di tangan negara. Banyak yang menganggap alam demokrasi membolehkan kita melakukan apa saja, padahal dalam demokrasi, ada prinsip kesadaran dan pertanggungjawaban yang sangat diperlukan," ulasnya.

Selanjutnya dari sisi kebebasan, Sulhan menyatakan bahwa semakin seorang netizen merasa bebas, maka semakin besar potensi terjadi kekeliruan. Dalam aspek kebebasan di media digital, ada dua yang paling mendasar, yakni interaksi sosial dan jejaring sosial. 

Untuk itu, sangat diperlukan adanya sensitivitas yang harus diterapkan dalam melakukan media sosial.

"Dalam dunia digital ini, please be creative, please be responsible, dan please be sensitive," pungkasnya.

Kemudian, Ketua Prodi S3 Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, Dr Atwar Bajari menjelaskan terkait dengan manajemen media digital. Menurutnya, transisi dari konvensional harus menjadi kajian berlanjut dari ahli komunikasi.

Ahli Ilmu komunikasi yang ada saat ini , ujarnya, tidak cukup mempelajari ilmu komunikasi saja, tapi harus dibekali dengan pemahaman politik, ekonomi dan lainnya dalam rangka menyelesaikan problem komunikasi hari ini. 

"Berdasarkan tren yang terjadi, kita semakin bergerser ke sosial media, seperti trend di 2020 ini, kita bicara authentic influencer, apa yang disampaikan oleh influencer akan di follow oleh netizen, yang kemudian itu akan menjadi pembicaraan nantinya," ujarnya.

Begitu juga di bidang entertainment, misalnya tiktok yang semakin merajalela di kalangan masyarakat. Ditambah dengan perhitungan bisnis yang sekarang lebih banyak memakai perhitungan di media digital.

Selanjutnya, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) RI, Yuliandre Darwis Ph.D, menjelaskan betapa pentingnya praktisi-praktisi komunikasi untuk bisa mempersiapkan diri menghadapi transformasi zaman ini.

"Siap atau tidak siap, kita harus siap. Kita tidak pernah berpikir kalau koran akan menjadi seperti ini, orang tak pernah berpikir kita hidup di zaman seperti supermarket, semua menu sudah tersedia," katanya.

Artinya, sebagai orang komunikasi, kita harus mengurai makna yang tersimpan dalam proses ini. Karena sangat menyedihkan, kalau literatur anak komunikasi hanya itu dan tu saja.

"Dalam kondisi media hari ini, anak komunikasi sangat diuntungkan. Kita harus adaptif dalam hal ini. Masalah literasi, UU, nanti itu akan beriringan. Didepan kita ada ruang baru yang bisa melahirkan karya logika yang mungkin bermanfaat bagi perkembangan manusia," tuturnya.

Terakhir, Dr Suyanto menjelaskan tentang perkembangan media massa dan industri media digital di Riau. Suyanto mengungkapkan bahwa perkembangan media sangat cepat dan begitu sulit diikuti.

Pasalnya, jumlah media yang terverifikasi dewan pers jauh lebih sedikit dibandingkan dengan media yang saat ini ada di Riau. Makanya, pemahaman terhadap media sangat diperlukan mengingat penyebaran berita banyak terjadi di media sosial.

"Publik memang sedang dipusingkan 'tsunami' informasi, maka sangat diperlukan pemahaman terhadap literasi digital, dalam memahami informasi harus dilakukan 'double kroscek'," katanya.(***)

Penulis : Suarariau.co
Editor : Suara Riau
Kategori : Suara Kampus