Kotau, Karya Kunni Masrohanti Lahir dari Kecintaannya Pada Alam dan Mengkaji Tradisi

  Oleh : Suarariau.co
   : info@suarariau.co
  2020-09-10 14:53:22 WIB
(Foto: ist) (Foto: ist)

SuaraRiau.co - Gemar bermain di alam bebas, gemar menyimak dan mengkaji hal-hal berbau tradisi, inilah yang menjadi salah satu sebab lahirnya buku puisi  karya Kunni Masrohanti yang juga dikenal sebagai Presiden Penyair Perempuan Indonesia asal Riau, berjudul Kotau. Buku tunggal keempat Kunni ini berisi 79 puisi yang semuanya tentang adat, tardisi dan konservasi, khususnya di kawasan Rantau Kampar Kiri. Dari kegemaran inilah lahir menjadi puisi. 

''Kampar Kiri ini memang bukan tanah lahir saya. Bahasanya saja saya tidak faham. Tapi karena sering bermain ke sini, sering melihat dan menyimak adat dan tradisi masyarakatnya yang masih terjaga, saya jadi tertarik, lama-lama saya mengerti. Semua keindahan alam dan tradisi yang sebagiannya mulai tergerus ini harus dirawat bersama. Saya juga harus ikut menjaganya. Makanya saja pelajari terus hingga menjadi bait-bait puisi,'' kata Kunni dalam keterangan resmi yang diterima redaksi, Kamis 10 September 2020.

Banyak sungai di kawasan ini, seperti Sungai Subayang dan Sungai Bio. Nama-nama sungai ini pun kerap muncul dalam puisi. Begitu juga dengan adat tradisi yang masih dijalankan masyarakatnya, seperti Semah Rantau, Turun Mandi, Lubuk Larangan, Mancokau Ikan, Hutan Larangan, Bagulung Hiligh, memandikan jenazah di sungai atau mandi terakhir, Batimang dan masih banyak lainnya. 

Kampar Kiri merupakan wilayah Kerajaan besar, yakni Kerajaan Gunung Sahilan. Kerajaan ini muncul pada abad 17 dan berakhir tahun 1946 atau setelah setahun Indonesia merdeka. Sampai saat ini kerajaan tersebut masih berdiri dan berdaulat dengan raja bergelar Raja Adat. Raja dan gelar ini sengaja ditabalkan kembali beberapa tahun lalu untuk tetap menjaga adat di wilayah tersebut agar tetap wujud. Hal berbau sejarah ini juga menarik perhatian Kunni dan muncul dalam Kotau. 

Secara administrasi, Kampar Kiri yang berada di Kabupaten Kampar ini memang masuk wilayah Riau. Tapi adat, tradisi dan bahasanya lebih mengarah ke Sumatera Barat. Sebab, wilayah  yang berada di bawah kaki Bukit Barisan ini memang berbatas langsung dengan Sumatera Barat di antaranya Kabupaten Limapuluh Kota atau daerah lain seperti Sijunjung, Sumpur Kudus, Mangganti dan lainnya. Bahkan Kerajaan Gunung Sahilan dipercaya lahir dan berkembang dari Kerajaan Pagaruyung di Ranah Minang. 

Selain itu,  Kampar kiri juga memiliki bentang alam yang indah. Ada kawasan berstatus Swaka Marga Satwa Rimbang Baling yang menjadi kantong harimau sumatera terbesar di Riau dalam wilayah ini. Di dalamnya, banyak desa-desa adat yang masih sangat menjaga dan menjalankan adat tradisi di sana, termasuk yang berhubungan dengan alam. Sebab dilindung rimba raya dan dibelah banyak sungai, maka adat tradisi di sini tidak lepas dari sungai dan rimba.

''Saya berharap bentang alam Kampar Kiri, Rimbang Baling tetap terjaga kelestariannya, maka adat tradisinya juga masih ada dan terawat. Sebaliknya, masyarakatnya juga harus terus merawat dan menjalankan tradisi mereka, karena itu akan menjaga alamnya. Dan saya hanya bisa mewariskannya lewat puisi,'' kata Kunni lagi.(rls)

Penulis : Suarariau.co
Editor : Suara Riau
Kategori : Wisata & Budaya